The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) kembali mengeluarkan publikasi INDONESIA 2024. Salah satu topik tahun ini mengangkat judul “Pengawasan Partisipatif di Pemilu 2024”, yang ditulis oleh Arfianto Purbolaksono, Manajer Riset dan Program TII. Studi ini dilakukan dengan metodologi kualitatif dengan metode studi pustaka dan wawancara. Analisis kebijakan dalam kajian ini melihat evaluasi terkait implementasi Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pengawasan Partisipatif, menggunakan pemikiran George C. Edward III (1980), bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel: (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi dan sikap, serta (4) struktur birokrasi. Penelitian ini membahas temuan terkait topik penelitian ini, terutama dari aspek penerapan kebijakan dengan menganalisis empat variabel tersebut.
Kajian kebijakan ini menemukan sejumlah catatan dan tantangan. Pada variabel komunikasi, Bawaslu telah mengeluarkan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2023 dan melakukan sosialisasi ke berbagai kelompok masyarakat. Namun, terdapat tantangan dalam memastikan keseragaman pemahaman di semua tingkat, terutama di daerah. Pada variabel sumber daya, keterbatasan anggaran dan tenaga kerja menjadi tantangan besar dalam pelaksanaan pengawasan partisipatif. Pada variabel sikap, Bawaslu memiliki komitmen kuat untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan partisipatif. Namun di lapangan, muncul sikap pengawas ad hoc masyarakat yang cenderung “money-oriented” atau sekadar mencari pekerjaan. Pada variabel struktur birokrasi, struktur birokrasi yang hierarkis dan lambat menambah hambatan dalam menindaklanjuti laporan pelanggaran dari masyarakat.
Berdasarkan temuan tersebut, kajian ini mendorong beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diambil untuk meningkatkan efektivitas pengawasan partisipatif pada pemilu di masa yang akan datang. Pertama, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Hukum, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) harus melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Revisi tersebut perlu menyebutkan secara khusus penguatan pengawasan partisipatif dalam revisi UU Pemilu.
Kedua, meningkatkan keseragaman pemahaman melalui komunikasi terpadu. Bawaslu perlu mengadakan pelatihan intensif secara berjenjang untuk komisioner di tingkat provinsi dan kabupaten/kota guna memastikan keseragaman pemahaman terkait pengawasan partisipatif. Ketiga, penguatan Sumber Daya Finansial dan SDM. Pemerintah perlu mempertimbangkan peningkatan alokasi anggaran bagi pengawasan partisipatif, khususnya di daerah-daerah yang memiliki keterbatasan. Keempat, mendorong sikap proaktif dan komitmen masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan insentif non-finansial. Menciptakan program penghargaan non-finansial bagi masyarakat yang terlibat aktif dalam pengawasan pemilu.
Kelima, mendorong birokrasi penyelenggara pemilu yang responsif dengan meningkatkan koordinasi antar Bawaslu pusat dan daerah maupun dengan organisasi masyarakat sipil. Keenam, mendorong Bawaslu meningkatkan kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil maupun kelompok berbasis komunitas dalam melaksanakan pengawasan pemilu di seluruh tingkat. Dengan demikian, rekomendasi-rekomendasi ini diharapkan dapat mendorong pengawasan partisipatif Pemilu 2024 yang lebih efektif, partisipasi masyarakat semakin luas, dan laporan pelanggaran lebih tepat dan cepat ditindaklanjuti, sehingga tercipta pemilu yang lebih transparan dan berintegritas.
Selamat membaca.