Regulasi Pengendalian Harga Pangan

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

Fenomena jamak menjelang bulan puasa setiap tahunnya adalah melonjaknya harga-harga pangan kebutuhan pokok. Seperti misalnya di pasar tradisional Kramat Jati Jakarta dan Tanah Tinggi, Kota Tangerang, harga beras medium naik pada kisaran Rp10.800/kg, minyak goreng Rp11.300/kg, bawang putih Rp23.000/kg, gula pasir Rp12.700/kg, dan daging Rp108.000/kg (Tempo.co, 25/6/2015).

Menyikapi lonjakan harga pangan ini kemudian Presiden Jokowi pada Rabu, 3 Juni 2015 lalu mengeluarkan tujuh instruksi yaitu; terjaminnya ketersediaan pangan dan harga terjangkau; mengadakan operasi pasar untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan stok pangan; menindak tegas penimbun BBM dan kebutuhan bahan pokok; memprioritaskan kendaraan pengangkut logistic dan memberantas pungli agar ketersediaan pangan terjamin; menjaga agar inflasi ekstrem tidak terjadi selama Ramadhan dan Idul Fitri, dengan cara memantau harga kebutuhan pokok; impor adalah solusi terakhir, diupayakan penyerapan hasil-hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan; mempercepat dan menjamin kelancaran serta kelayakan distribusi raskin di bulan Juni 2015.

Instruksi-instruksi tersebut patut kita apresiasi dan perlu kita pantau implementasinya. Namun, instruksi tersebut terkesan hanya untuk jangka pendek, menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri. Sebenarnya, menurut penulis fenomena lonjakan harga pangan pokok musiman setiap menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri ini tidak akan terjadi jika rencana pemerintah sejak awal tahun 2015 ini sudah terealisasi yaitu menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pengendalian harga pangan.

Perpres ini adalah mandat dari Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa stabilitas pasokan dan harga pangan, pengelolaan cadangan, dan distribusi pangan pokok menjadi tugas pemerintah. Secara garis besar, isi Perpres tersebut akan mengatur pengendalian harga komoditas pangan utama dengan wewenang pengendalian harga diberikan kepada Menteri Perdagangan.

Setidaknya ada dua catatan dari penulis terkait penerbitan perpres ini. Pertama, mengapa Perpres ini begitu penting salah satunya adalah bahwa Perpres ini akan berlaku tidak hanya menjelang Ramadhan dan Idul Fitri namun jangka panjang. Artinya sepanjang tahun Pemerintah harus mampu mengendalikan harga pangan ini mengingat begitu banyak aktor yang berpotensi untuk mengganggu stabilitas harga pangan ini. Misalnya para importir pangan yang berharap harga komoditas pangan lokal tak terkendali sehingga mereka berpeluang mendatangkan komoditas pangan impor dengan harga yang lebih murah, kualitas tak terjamin namun berpotensi besar mematikan pertanian lokal dengan komoditas pangan yang sama.

Kedua, otoritas dari Menteri Perdagangan untuk mengendalikan harga perlu diawasi. Pengawasan ini sebaiknya dilakukan secara formal dan informal. Formal bisa saja dengan membentuk tim pengawas yang memastikan kebijakan pengendalikan harga yang diambil Menteri Perdagangan sesuai dengan kebutuhan dan terlebih lagi tidak menomorduakan kepentingan rakyat dibanding kepentingan politik atau lainnya. Pengawasan informal bisa dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Artinya, masyarakat umum harus juga proaktif melihat implementasi kebijakan ini nantinya.

Akhirnya bisa kita artikan bahwa perpres pengendalian harga pangan ini hendaknya juga dilengkapi atau disempurnakan dengan regulasi terkait pengendalian ekspor-impor komoditas pangan, cadangan pangan, penjaminan kelancaran distribusi pangan dan berbagai regulasi terkait lainnya.

Pertanyaannya kemudian, kapan Perpres ini akan hadir? Perpres ini perlu disegerakan kelahirannya untuk mulai mengantisipasi potensi permasalahan-permasalahan di atas. Momentum bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini yang sudah mengindikasikan dengan sangat jelas lonjakan harga, dirasa tepat untuk mengeluarkan regulasi ini.

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute. lola@theindonesianinstitute.com

Komentar