Berdasarkan data KPU, terdapat 28 calon legislatif penyandang (Caleg) disabilitas yang siap untuk dipilih pada Pemilu Legislatif 2019 mendatang. Dari 28 caleg penyandang disabilitas tersebut, 78 % adalah penyandang disabilitas daksa dan 22% disabilitas netra. Belum ada keterwakilan disabilitas lainnya seperti rungu, wicara, intelektual, psikososial yang mendaftarkan diri menjadi caleg di Pemilu 2019.
Keseluruhan caleg penyandang disabilitas tersebut berasal dari 11 provinsi dengan rincian di Provinsi Aceh 2, Jawa barat 3, Jawa Tengah 5, Jawa Timur 1, DIY Yogyakarta 1, DKI Jakarta 3, Kalimantan Barat 1, Kalimantan timur 4, Sulawesi Selatan 4, Sulawesi Barat 3, dan Papua 1.
Adapun berdasarkan tingkatannya, hanya dua caleg yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif di tingkat DPR RI. Selebihntya, 26 caleg mencalonkan untuk tingkat DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk partai pengusung, Partai Demokrat mengusung terbanyak 5 caleg penyandang disabilitas atau 18% dari keseluruhan caleg disabilitas. Secara rinci berikut persentase partai pendukung caleg disabilitas.
Terkait nomor urut, hanya tiga caleg disabilitas di urutan pertama. Sisanya, rata-rata berada di urutan bawah antara urutan tiga sampai enam. Para caleg disabilitas yang mendapati nomor bungsu tersebut sangat kecil peluangnya untuk terpilih menjadi anggota legislatif.
Penyebabnya, selain karena nomor urut, sebagian besar mereka sangat awam mengenai politik praktis utamanya terkait ‘bagaimana bisa memenangkan pemilihan umum’. Hasil pertemuan yang digagas Pusat Pemilihan Umum Akses bagi penyandang disabilitas (PPUA) pada awal bulan Agustus lalu menyiratkan banyak catatan yang harusnya bisa ditindaklanjuti. Salah satu diantaranya terkait keterpilihan mereka mewakili partai agar jangan sekedar belas kasihan.
Aliansi Caleg Penyandang Disabilitas
Optimisme yang kuat para caleg penyandang disabilitas untuk terpilih dalam Pemilu 2019 perlu didukung oleh masyarakat mengingat tujuannya yang sangat baik dan mulia, yakni menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas yang selama ini cenderung tidak diperhatikan. Selain itu, keberadaan mereka juga penting untuk diperhitungkan tidak saja bagi kepentingan kelompoknya, melainkan juga bagi kelompok minoritas dan rentan lainnya yang memiliki persoalan yang sama, tidak terrealisasinya pemenuhan dan perlindungan hak-hak baik sipil dan politk dan ekonomi, sosial, dan budaya. Penyandang disabilitas sangat bisa menjadi suara wakil kelompok minoritas dan rentan lainnya yang tidak bisa terwakilkan dalam parlemen jika kelak mereka terpilih.
Untuk mencapai target terpilih menjadi anggota legislatif segala persiapan terkait strategi memenangkan pemilu perlu disusun dengan baik dan jitu. Tantangan-tantangan yang sudah berhasil diidentifikasi pada pertemuan PPUA tersebut perlu ditindaklanjuti dan dicarikan solusinya. Diantara tantangan tersebut: minimnya pemahaman aturan main sesuai ketentuan KPU, ketiadaan tim sukses pemenangan pemilu, minmnya pengetahuan isu-isu non-disabilitas di wilayah pemilihannya, dan ketiadaan dana kampanye.
Untuk itu, pembentukan aliansi (kelompok bersama untuk tujuan politik) yang diusung oleh para caleg penyandang disabilitas sangat penting untuk menyusun strategi guna memenangkan pemilu. Para caleg penyandang disabilitas bisa belajar dari kelompok-kelompok lain yang terlebih dahulu eksis dan berhasil menyuarakan ide-ide perubahan lewat saluran partai politik, seperti Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI).
Berbeda dengan KPPI, para caleg penyandang disabilitas bisa membentuk aliansi yang secara khusus menyusun strategi guna memenangkan pemilu presiden dan legislatif tidak hanya untuk Pemilu 2019, melainkan seterusnya. Aliansi ini nantinya dapat membuat kesepakatan bersama antar caleg penyandang disabilitas, bahwa meskipun mereka berkompetisi dalam wilayah yang sama dan berbeda partai, mereka tetap saling dukung untuk menyuarakan hak-hak penyandang disabilitas kepada masyarakat.
Selain itu, aliansi juga bisa menyusun strategi kampanye mendorong para caleg penyandang disabilitas untuk menjalin kerjasama dengan caleg lain baik disabilitas maupun non disabilitas namun satu partai dalam menyusun jadwal dan melakukan kampanye bersama. Yang paling strategis adalah menjalin kerjasama dengan para caleg DPR RI, karena umumnya para caleg DPR RI terlebih berada di urutan 1 memiliki kesiapan pendanaan yang lebih besar karena disokong partai pengusung. Di sisi lain, caleg-caleg DPR RI akan terbantukan mendapatkan suara dari para pendukung caleg penyandang disabilitas di wilayah yang sama. Langkah strategis melakukan kerjasama ini tentu harus didahului dengan pembicaraan internal partai pengusung.
Ada banyak usulan program yang bisa disusun bersama sebagai langkah strategi ketika para caleg penyandang disabilitas bergabung dalam aliansi. Penguatan kapasitas caleg penyandang disabilitas terkait strategi memenangkan pemilihan umum yang menjadi topik utama menjelang Pemilu 2019, juga perlu ditingkatkan. Komitmen bersama untuk menjaga keberlanjutan aliansi ke depan juga patut dibangun sejak awal. Pun jika sudah atau belum terpilih, apa yang sudah disusun para caleg penyandang disabilitas sebagai langkah strategis dalam mendapatkan suara pemilih dapat menjadi panduan bagi para caleg penyandang disabilitas lain pada periode pemilu berikutnya.