Mengawal dari Awal SDGs

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-70 yang berlangsung pada 24-27 September lalu, resmi mensahkan Agenda Pasca 2015 atau Agenda 2030 atau yang lebih familiar disebut sebagai Agenda Pembangunan Berkelanjutan. Ini adalah kerangka kerja pembangunan global baru pengganti Millenium Development Goals (MDGs) yang berakhir tahun 2015, ini.

Terkait capaian MDGs, meski belum ada data atau hasil kajian yang komprehensif mengenai ini, namun semua pihak sepakat bahwa capaian MDGs tidak maksimal. Negara-negara yang berkomitmen untuk menjalankan kesepakatan global ini menyadari bahwa tidak bisa mencapai semua tujuan di dalam MDGs dan diperlukan sebuah program atau kesepakatan global baru untuk mempercepat, memperbaiki dan juga melihat ulang pendekatan dari MDGs.

Ada enam elemen penting pada SDGs, yaitu fokus pada pembangunan manusia dengan memastikan kesehatan dan pendidikan masyarakat termasuk perempuan dan anak-anak; untuk penghapusan kemiskinan dan memerangi ketidaksetaraan; untuk menumbuhkan perekonomian yang kuat, inklusif dan transformatif; mempromosikan masyarakat yang aman dan damai; membangun kerja sama untuk memperkuat solidaritas global guna mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan melindungi ekosistem untuk kepentingan semua dan generasi mendatang (Pramono dan Yuwono, 2015).

Dari enam elemen penting tersebut kemudian terlihat bahwa ukuran atau dimensi yang diperhatikan adalah pada bidang pembangunan ekonomi, inklusi sosial dan keberlanjutan lingkungan.

SDGs terdiri dari 17 tujuan dan 169 target. Jika dibandingan dengan prioritas pembangunan Indonesia untuk 2015-2019, ada beberapa irisan yang bisa kita lihat (Pramono dan Yuwono, 2015).

Pertama, dari tujuan pertama SDGs yaitu untuk mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya dimana saja. Pada prioritas pembangunan Indonesia itu termaktub ke dalam prioritas di bidang pengurangan kemiskinan dan perlindungan sosial dan juga pada sektor pendidikan.

Kedua, dari tujuan SDGs nomor 2 yaitu untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan. Pada prioritas pembangunan Indonesia itu termaktub ke dalam prioritas ketahanan pangan dan penciptaan lapangan kerja.

Ketiga, dari tujuan SDGs nomor 3 untuk memastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua di segala jenjang usia. Pada prioritas pembangunan Indonesia itu termaktub ke dalam prioritas kesehatan dan juga pada reformasi politik, demokrasi dan birokrasi.

Keempat, memastikan ketersediaan air berikut managemen air dan sanitasi yang berkelanjutan. Pada prioritas pembangunan Indonesia itu termaktub ke dalam prioritas air dan infrastruktur dasar.

Ketika ada irisan ini kemudian menjadi penting karena semua kesepakatan di tingkat global memang seyogyanya disiapkan juga aturan di tingkat nasionalnya. Pertanyaan selanjutnya siapa yang menjadi penanggung jawab penyiapan pengintegrasian ini?

Kantor Staf Presiden (KSP) yang menjadi bagian dari rombongan Pemerintah RI pada Sidang Umum PBB ini, di dalam website resmi mereka (ksp.go.id) menyatakan bahwa KSP bertugas memastikan regulasi disiapkan dan mengawal pelaksanaannya, khususnya sinkronisasi dengan program prioritas nasional Jokowi-JK di level Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian.

Ketika sudah KSP mengambil peran untuk memastikan pelaksanaan SDGs di Indonesia, maka yang harus dilakukan bersama adalah pengawasan dan pengawalan kepada KSP berikut turunan kebijakan yang dibuat. Di sinilah kemudian partisipasi masyarakat perlu diprioritaskan. Bukan hanya karena memang ada amanat eksplisit dari SDGs agar pemerintah bekerja sama dengan masyarakat sipil, tapi ini juga adalah dalam rangka membangun kepemilikan bersama akan program ini, sehingga berjalan dengan baik di setiap tingkatan-nasional dan lokal.

Lola Amelia, Peneliti Bidang Sosial di The Indonesian Institute, Center for Public Policy and Research.
email: lola@theindonesianinstitute.com

Komentar