Gegap gempita pemilu legislatif usai. Kini, perhatian tertuju pada proses rekapitulasi penghitungan suara yang
molor di KPU. Selain itu, manuver para calon presiden yang menjajaki koalisi dengan partai politik yang mendapat suara signifikan pada pemilu legislatif menjadi kabar hangat.
Keriuhan dunia politik setelah pemilu legislatif sedikit mengalihkan perhatian agenda penting realisasi janji legislasi dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2014. Pada Desember 2013 lalu, DPR mengesahkan 66 rancangan undang-undang (RUU) yang masuk Prolegnas 2014. Dengan kata lain, seluruh RUU tersebut akan mendapat prioritas pembahasan tahun ini.
Pada 2013, legislasi tidak mencapai target. Puluhan RUU yang tercantum dalam Prolegnas mangkrak pembahasannya. Bahkan menurut catatan Badan Kehormatan (BK) DPR, sepanjang 2013, tingkat kehadiran anggota DPR dalam rapat paripurna hanya mencapai 62,5 persen atau sekitar 350 dari 560 orang.
Pada triwulan pertama 2014, lebih dari 80 persen anggota DPR sibuk kampanye ke daerah pemilihan (dapil) karena ikut menjadi kandidat kembali. Selain itu, memang sekitar bulan Februari hingga Maret lembaga wakil rakyat ini terjadwal reses dan harus mengunjungi dapil masing-masing.
Meskipun demikian, banyak tugas yang menanti diselesaikan. Salah satunya menyelesaikan janji legislasi dalam Prolegnas. Daftar RUU yang disusun bersama pemerintah harus diselesaikan karena janji kepada konstituen.
Setiap tahun, DPR dan pemerintah menyepakati Prolegnas yang merupakan daftar RUU prioritas. Prolegnas tahunan (jangka pendek) itu sendiri sebenarnya telah tersusun lima tahunan (jangka menengah) yang juga disepakati lembaga legislatif dan eksekutif.
Ketentuan Prolegnas terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Prolegnas termasuk tahap perencanaan dalam rangkaian pembentukan UU. Tahapan ini tidak dapat dipisahkan dari proses pembentukan instrumen hukum.
Prolegnas mencerminkan arah pembangunan hukum dalam periode tertentu. Daftar RUU, baik jangka pendek maupun menengah, cerminan instrumen hukum yang akan dibentuk selama satu atau lima tahun ke depan. Jika tidak terealisasi, daftar RUU tersebut tak lebih sekadar berkas pemanis dan menjadi utang para wakil rakyat.
Perjuangan mewujudkan kesejahteraan petani, nelayan, buruh, dan masyarakat kecil lain adalah isu janji kampanye. Realisasi janji kampanye salah satunya bisa dengan membentuk aturan hukum. Hingga April 2014, hanya 11 RUU yang disahkan menjadi UU. Dari jumlah itu, hanya satu UU dalam Prolegnas 2014, yakni RUU Keinsinyuran.
Lebih Rendah
Kondisi semakin parah karena anggota DPR sibuk mencalonkan diri kembali, 501 dari 560 anggota. Menurut hasil riset The Indonesian Institute, pada 2013, produktivitas legislasi secara kuantitatif hanya 10,6 persen. Jika hingga triwulan pertama 2014 DPR hanya mampu mengesahkan satu RUU Prolegnas menjadi UU, sisa lima bulan ke depan bisa diprediksi produktivitas lebih rendah dari tahun sebelumnya.
Jika hal itu terjadi, pada 1 Oktober 2014 mendatang, saat anggota DPR 2014–2019 dilantik, akan mendapat warisan berupa utang legislasi dari periode sebelumnya. Puluhan RUU yang mandek di setiap alat kelengkapan Dewan akan menjadi berkas usang karena DPR baru akan menyusun Prolegnas jangka menengah yang berbeda.
Bagaimanapun, janji adalah utang yang harus ditunaikan. Janji legislasi yang tertuang dalam Prolegnas adalah utang legislasi yang harus terealisasi. Waktu lima bulan menjelang purnabakti bukanlah waktu yang panjang. Sangat mungkin hingga akhir masa jabatan, janji itu tak akan tertunaikan dan utang legislasi tak akan pernah terbayar lunas.
DPR 2014–2019 akan membuat janji legislasi baru. Puluhan atau bahkan ratusan RUU berjudul populis mungkin akan tercantum dalam Prolegnas lima tahunan yang akan disusun segera. Utang lama belum terbayar lunas, janji-janji baru tentang legislasi terus diproduksi.
Meskipun akan banyak wajah lama kembali muncul di Senayan, bukan berarti mereka akan dapat menepati janji legislasi di periode sebelumnya. Pelantikan anggota DPR 2014–2019 akan mengembalikan semua tugas kedewanan kembali menjadi nol, semua memulai dari awal kembali.
Menjelang demisioner, para anggota DPR masih memiliki tunggakan legislasi. Ada RUU yang sudah masuk pembahasan tingkat komisi. Bahkan ada yang hanya menunggu pengesahan dalam paripurna. Jangan sampai ada legislasi kilat, yaitu menyelesaikan RUU tertentu dalam waktu singkat dan tidak wajar.
Prolegnas 2014 memang mencantumkan beberapa RUU vital yang sangat ditunggu banyak kalangan. RUU yang bersifat sangat penting sebaiknya jangan disahkan pada detik-detik akhir periode DPR kali ini. Selesaikan saja RUU yang sudah dibahas di tingkat komisi, dan semua fraksi telah menyepakati substansinya.
Kelahiran UU yang secara substansial populis tetapi sulit diimplementasikan sangat bisa menjadi bumerang bagi presiden baru. Waktu tidak bisa diulang. Sejarah mencatat, produktivitas legislasi dari segi kualitatif maupun kuantitatif DPR periode 2009–2014 sangat kurang. Banyaknya UU yang diuji materi ke Mahkamah Konstitusi sepanjang 2010–2013 menunjukkan kinerja mereka tidak bermutu.
Sepanjang 2010–2013, jumlah RUU yang disahkan tidak lebih dari 25 setiap tahun. Hingga bulan April 2014, hanya 11 RUU yang disahkan menjadi UU, bahkan 4 UU di antaranya hanyalah pengesahan perppu dan perjanjian internasional.
Sebaiknya di pengujung periode ini, anggota DPR fokus menyelesaikan RUU yang telah dibahas dan hanya membutuhkan sentuhan akhir. Yang bersifat vital seperti RUU KUHAP, RUU KUHP, RUU Pemda, RUU Kejaksaan, RUU Mahkamah Agung, RUU Kamnas, dan RUU Migas sebaiknya tidak disahkan.
Tahun 2014 adalah puncak pertarungan para politisi untuk mengisi kursi legislatif maupun eksekutif. Banyak yang diabaikan menjelang pemilu, namun jangan sampai mengesampingkan janji kepada rakyat. Janji harus ditepati, termasuk realisasi legislasi.
Sumber: Koranjakarta.