Policy Assessment TII 2022 – Partisipasi Publik dan Faktor Penghambat Proses Legislasi RUU PDP dan Perubahan Kedua UU ITE

Penetapan empat puluh rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022 membuka lembar baru proses legislasi beberapa regulasi hukum digital di Indonesia. Pada daftar tersebut terdapat Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dan Perubahan Kedua terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang merupakan usulan dari pemerintah. Namun, belum ada perkembangan yang signifikan terhadap pembahasan dua regulasi hukum digital tersebut.

Dalam kajian kebijakan tengah tahun The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), yang berjudul “Partisipasi Publik Dan Faktor Penghambat Proses Legislasi Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) dan perubahan kedua Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)”, Hemi Lavour Febrinandez, Peneliti Bidang Hukum TII, mencatat tiga hal penting yang dapat dilakukan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku pembentuk undang-undang untuk dapat menyelesaikan hambatan dalam proses legislasi RUU PDP dan perubahan kedua UU ITE.

Pertama, DPR dan Pemerintah harus segera menyepakati bentuk kelembagaan OPDP. Belum adanya titik temu terkait OPDP menjadi faktor belum disahkannya RUU PDP yang turut serta berimplikasi pada tertundanya pembahasan perubahan kedua UU ITE. Menjadikan OPDP sebagai sebuah lembaga independen yang diisi oleh beberapa komisioner yang berasal dari unsur praktisi, akademisi, dan perwakilan Kominfo sebenarnya telah menjadi satu bentuk yang ideal.

Kedua, pembahasan dua rancangan undang-undang dapat dilakukan menggunakan omnibus legislative technique. RUU PDP dan perubahan kedua UU ITE dapat dilakukan secara bersamaan ketika telah terdapat format, metode, dan teknik penyusunan undang-undang dengan menggunakan metode omnibus yang dipadukan dengan kodifikasi hukum.

Ketiga, memasukkan ketentuan terkait dengan petisi online dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Penggunaan mekanisme tersebut bertujuan untuk membuat masyarakat dapat berperan secara aktif untuk memberikan masukan kepada DPR dalam proses pembentukan undang-undang. Melalui petisi online, maka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya kepada pembentuk undang-undang terkait muatan isi yang terdapat dalam RUU PDP dan perubahan kedua UU ITE.

Loader Loading...
EAD Logo Taking too long?

Reload Reload document
| Open Open in new tab

Download [775.59 KB]

Komentar