Peringantan 60 tahun Konferensi Asia Afrika yang telah dilaksanakan sejak 19 April lalu resmi ditutup pada Kamis 23 April 2015 kemarin. Sedangkan pada tanggal 24 April 2015 akan dilakukan napak tilas KAA 60 tahun lalu di Bandung dengan rute dari Hotel Savoy Homan ke Gedung Merdeka tempat dilaksanakannya Konferensi ini pada tahun 1955 tersebut. Tema yang diusung oleh Pemerintah Indonesia adalah Memperkuat Kerja Sama Negara Selatan-Selatan.
Peringatan ini dari awal oleh pelbagai pihak diharapkan bukan sekedar seremonial atau pertemuan kelompok-kelompok seideologi saja seperti saat diadakannya pertama kali di Bandung 1955 silam.
Kekhawatiran tersebut tidak sepenuhnya terjadi, apalagi dengan dihasilkannya tiga dokumen yang disepakati untuk diadopsi oleh semua negara peserta KAA. Ketiga dokumen tersebut yakni pertama, yang disebut Pesan Bandung yang memuat penguatan dan peningkatan kerja sama selatan-selatan untuk mendukung perdamaian dan kemakmuran. Kedua, deklarasi penyegaran kemitraan strategis baru Asia Afrika. Ketiga, deklarasi tentang Palestina.
Ketiga dokumen tersebut menyampaikan pesan bahwa peringatan 60 tahun KAA bukan sekedar ajang seremonial, namun juga ajang penyamaan kesadaran pentingnya kerja sama yang lebih erat antar Asia Afrika dalam merespon pelbagai tantangan secara global seperti kemiskinan termasuk isu ketimpangan di dalamnya, persoalan kemanusiaan, persoalan radikalisme dan lain sebagainya.
Ketiga dokumen ini tentu belumlah sebagai kertas kerja yang kongkrit dalam merespon segala tantangan tadi. Masih diperlukan serangkaian dialog lanjutan untuk menerjemahkan dokumen-dokumen tersebut ke dalam bentuk kerja sama kongkrit guna mewujudkan cita-cita KAA.
Belum kongkritnya dokumen ini, juga seharusnya dimanfaatkan menjadi momentum bagi semua pihak termasuk masyarakat sipil untuk memberikan catatan, saran atau rekomendasi agar kerja sama selatan-selatan ini benar terwujud dan manfaatnya dirasakan oleh semua pihak.
Menurut penulis, salah satu isu yang seharusnya juga eksplisit tertuang ke dalam kerangka kerja sama selatan-selatan ini adalah terkait isu perempuan. Isu perempuan yang sangat saling terkait dengan isu-isu lain perlu menjadi roh dalam kerja sama selatan-selatan ini.
Artinya ketika menerjemahkan misalnya terkait penghapusan kemiskinan dan ketidakadilan global haruslah didahului dengan juga menganalisis persoalan-persoalan tersebut dengan prinsip-prinsip universal seperti Hak Asasi Manusia (HAM) dan memastikan prinsip keadilan gender di dalamnya, Lebih kongkritnya menjamin perlindungan hak perempuan dalam pelbagai aspek tersebut.
Lebih jauh, kerja sama selatan-selatan yang akan melingkupi pelbagai bidang mulai dari ekonomi, sosial, pertahanan keamanan, budaya dan isu-isu lainnya ini hendaknya memastikan partisipasi atau keterlibatan masyarakat sipil, lebih khusus lagi perempuan. Ini untuk memastikan bahwa isu-isu masyarakat dan perempuan khususnya, termaktub di dalam kerja sama tersebut.
Terkait, keterlibatan masyarakat sipil termasuk perempuan, selain sebagai ajang partisipasi juga sebagai ranah pengawasan terhadap pelbagai kebijakan kerja sama pemerintah dengan negara lain, baik bersifat bilateral maupun multilateral seperti kerja sama Asia Afrika ini.
Akhirnya, dengan momentum peringatan KAA ini kita harapkan spirit HAM yang termaktub di dalam Dasasila Bandung sebagai hasil KAA 1955 bisa diimplementasikan dalam pelbagai kerja sama Selatan-Selatan yang saling menghargai kedaulatan masing-masing negara dan bersama-sama menghapuskan kemiskinan dan ketimpangan di Asia-Afrika.