Terakselerasinya perubahan iklim semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan laporan “Emissions Gap Report 2023: Broken Record” (2023) oleh UNEP, bulan September 2023 tercatat sebagai bulan terpanas yang pernah ada dan telah melampaui rekor sebelumnya sebesar 0,5°C, dengan rata-rata suhu global sebesar 1,8°C di atas tingkat suhu pra-industrialisasi. Laporan itu juga mencatat bahwa emisi gas rumah kaca (GRK) global pada tahun 2022 telah mencapai rekor di 57,4 gigaton CO2 ekuivalen (GtCO2e) atau naik 1,2% dari tahun 2021.
Pada 19 November 2023 lalu, BMKG menyatakan bahwa terjadi kenaikan suhu kurang lebih sebesar 1,2°C pada tahun 2023 dibandingkan dengan tingkat suhu pra-industrialisasi dan dalam 8 tahun terakhir tercatat merupakan rekor terpanas sepanjang sejarah (CNBC Indonesia, 19 November 2023). Beberapa bulan sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres sudah mengingatkan seluruh dunia bahwa sekarang ini adalah berakhirnya era pemanasan global dan mulainya era pendidihan global (“global boiling”) (United Nations, 27 Juli 2023).
Memburuknya perubahan iklim telah menimbulkan berbagai macam krisis, seperti krisis pangan, krisis air, hingga krisis ekonomi, termasuk di sektor swasta (WHO, 2023; BKF, 2020).
Perubahan iklim dapat mengganggu kesehatan karyawan, mengganggu produktivitas, membatasi akses pendanaan dari investor karena peningkatan kesadaran risiko investor akibat perubahan iklim, dan mengganggu rantai pasok. Di sektor keuangan, seperti asuransi, perubahan iklim dapat meningkatkan biaya risiko perlindungan terkait cuaca dan iklim (BKF, 2020).
Terkait perubahan iklim, para pasangan capres-cawapres juga telah mengeluarkan dokumen resmi yang menjabarkan misi dan program dalam hal ini. Namun, menurut penelitian The Indonesian Institute, agenda dan kebijakan yang ditawarkan terkait lingkungan dan perubahan iklim masih sangat normatif, walaupun secara umum ketiga pasangan calon telah menjabarkan upaya aksi dan mitigasi tersebut. Padahal, berdasarkan data di atas, perubahan iklim adalah masalah mendesak yang harus ditindaklanjuti dengan serius.
Oleh karena itu, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) bermaksud menggelar diskusi The Indonesian Forum (TIF) seri ke-102 dengan judul “Perspektif Urgensi Aksi dan Mitigasi Perubahan Iklim Capres-Cawapres 2024”, yang akan diselenggarakan melalui Zoom The Indonesian Institute.
Bahan Diskusi:
- Apa potensi dampak perubahan iklim bagi ekonomi, seperti sektor dunia usaha maupun keuangan?
- Bagaimana respon sektor dunia usaha dan keuangan terkait perubahan iklim?
- Bagaimana perspektif urgensi aksi perubahan iklim yang ditawarkan oleh capres-cawapres 2024?
- Apa tantangan dari aksi perubahan iklim saat ini dan di masa mendatang?
- Apa rekomendasi yang dapat diberikan kepada pasangan capres-cawapres 2024 dalam memperkuat aksi dan mitigasi perubahan iklim pada saat masa kampanye dan setelah menjabat?
Pengantar diskusi oleh:
Putu Rusta Adijaya (Peneliti Bidang Ekonomi, The Indonesian Institute)
Shinta W. Kamdani* (Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia)
Poltak Hotradero* (Peneliti Senior dan Ekonom Bursa Efek Indonesia)
Moderator: Felia Primaresti (Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute)
Download Rangkuman, Materi dan dokumentasi TIF seri 102: