Penelitian ini memberikan sorotan penting terhadap upaya melembagakan representasi perempuan melalui pendekatan kelembagaan partai politik. Meskipun kebijakan afirmasi seperti kuota gender sudah ada, hambatan struktural dan budaya tetap memengaruhi keterwakilan perempuan. Salah satu temuan menarik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah perempuan di parlemen mengalami peningkatan, persentase kandidasi perempuan justru menurun dari 40% pada tahun 2019 menjadi 37% pada tahun 2024. Selain itu, sekitar 45% perempuan terpilih masih terkait dengan politik dinasti, mengindikasikan kontradiksi dalam pelaksanaan kebijakan afirmasi.
Melalui pendekatan kualitatif deskriptif dan studi kasus pada tiga partai (PKS, PSI, dan NasDem), penelitian ini juga menemukan bahwa keterlibatan perempuan dalam posisi strategis masih terbatas pada bidang tradisional, seperti ketahanan keluarga dan pemberdayaan perempuan, yang cenderung memperkuat stereotip gender. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi perempuan dalam politik masih memiliki jalan panjang, khususnya dalam upaya memperluas peran mereka ke posisi strategis yang lebih substansial, seperti pada Bappilu misalnya.
Kajian ini ikut memperkaya tentang kajian mengenai perempuan dalam politik, pemberdayaan perempuan, serta partisipasi perempuan yang bermakna dalam proses kebijakan. Lewat kajian ini, TII kembali mendorong pentingnya reformasi kelembagaan partai politik sebagai salah satu cara untuk meningkatkan representasi dan partisipasi perempuan dalam politik, termasuk di parlemen. Selamat membaca, mendiskusikan, dan memanfaatkan hasil penelitian ini.