Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia akan kembali menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) untuk Pilkada 2024. Hal ini disampaikan oleh Anggota KPU, Idham Holik, yang menyatakan bahwa Sirekap akan digunakan pada pilkada, meski sempat bermasalah pada Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 lalu (kompas.com, 26/9/2024). Ketua KPU Mochammad Afifuddin, beralasan bahwa prinsip penggunaan Sirekap adalah sebagi alat dukung untuk menunjang proses rekapitulasi penghitungan suara pada Pilkada 2024 (kpu.go.id, 2/10/2024).
Selain itu, Anggota KPU Betty Epsilon Idroos mengatakan pada Pilkada 2024, sistem Sirekap akan terdiri dari tiga fungsi, yaitu Sirekap Mobile (pengiriman foto hasil penghitungan suara), Sirekap Web (rekapitulasi secara daring), dan Sirekap Info Publik (publikasi hasil). Betty menambahkan bahwa Sirekap Mobile akan digunakan di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS) oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan dapat digunakan tanpa internet karena telah dirancang secara luring. Sirekap Web akan digunakan di tingkat Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KPU kabupaten/kota untuk rekapitulasi hasil. Aplikasi ini dapat digunakan meskipun tidak ada koneksi internet dengan memanfaatkan file PDF berumus. Seluruh operator Sirekap di semua tingkatan harus dilatih untuk menggunakan aplikasi ini (kpu.go.id, 1/11/2024). Lantas, bagaimana dengan Sirekap Info Publik?
Sebelumnya, KPU dalam rapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 25 September lalu, mengatakan bahwa nantinya publik akan dapat memantau hasil rekapitulasi suara pilkada melalui Sirekap info publik yang disediakan oleh KPU. Sirekap tersebut akan melengkapi penggunaan dua Sirekap sebelumnya, yakni Sirekap Mobile dan Sirekap Web. Melalui Sirekap info publik, masyarakat bisa mengakses sistem yang menampilkan dokumen C Hasil dan D Hasil. Namun, berbeda dengan penggunaan Sirekap pada Pemilu 2024, pada Pilkada 2024 terdapat perubahan dalam tampilan portal layanan informasi Sirekap, yakni tidak adanya informasi perolehan suara sementara yang didapat dari tabulasi di tingkat kabupaten/kota (tempo.co.id, 30/10/2024). Perubahan ini yang kemudian memunculkan kritik dari sejumlah pegiat pemilu.
Staf Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW), Yassar Aulia, mengatakan, perubahan itu akan menyulitkan publik melakukan pengawasan. Menurut Yassar, sebelum ada perubahan, Sirekap bisa mencegah praktik jual beli suara yang selama ini diduga marak. Informasi yang rinci, jelas, dan mudah dipahami publik dalam Sirekap menjadi krusial. Namun, Yassar menilai, perubahan dalam Sirekap dapat memfasilitasi kecurangan dalam berbagai bentuk seperti manipulasi, pencurian, maupun penggelembungan suara (tempo.co.id, 30/10/2024).
Mantan Komisioner KPU RI, Hadar Nafis Gumay, mengkritisi keputusan KPU yang tidak menampilkan data tabulasi suara. Menurutnya, data tersebut merupakan esensi dari Sirekap, di mana publik seharusnya dapat memantau pergerakan suara setelah pencoblosan. Hadar menekankan bahwa data tabulasi penting untuk menjadi acuan bagi penyelenggara pemilu dalam melakukan pengecekan. Ia mempertanyakan bagaimana KPU dapat menjamin akurasi hasil jika data yang diperlukan untuk kontrol tidak diumumkan (tribunnews.com, 5/10/2024).
Lebih lanjut, hilangnya data tabulasi di Sirekap juga akan menyulitkan publik dalam melakukan kontrol terhadap hasil pemilu. Jika masyarakat ingin melakukan pengecekan, mereka harus memiliki teknologi yang memadai dan melakukannya secara mandiri. Hadar juga mempertanyakan kebijakan KPU ini, mengingat keterbukaan data seharusnya dapat meminimalisir spekulasi dan ketidakpercayaan publik. Persoalan Sirekap juga telah menegaskan penilaian sejumlah pihak yang mengatakan bahwa Pemilu 2024 merupakan penyelenggaraan pemilu yang buruk yang pernah dilakukan di Indonesia (tribunnews.com, 5/10/2024).
Padahal, penggunaan Sirekap sejatinya bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta menjaga integritas hasil pemilu. Namun, pada kenyataannya, penggunaan Sirekap malah menjadi salah satu masalah dalam penyelenggaraan pemilu, terutama pada Pemilu 2024 yang lalu. Hal ini yang kemudian seharusnya dapat menjadi pembelajaran bagi KPU untuk mempersiapkan Sirekap lebih baik lagi untuk Pilkada 2024.
Sebagai bagian dari implementasi data pemilu terbuka, Sirekap seharusnya dijalankan sesuai dengan prinsip-prinsip data pemilu terbuka itu sendiri. International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA, 2017) mendefinisikan sembilan prinsip dalam data pemilu terbuka. Kesembilan prinsip tersebut, yaitu pertama, tepat waktu. Artinya, tersedia secepat yang diperlukan agar bermanfaat. Kedua, granular. Artinya, tersedia pada tingkat perincian atau detail terbaik dan juga tersedia pada tingkat primer, yaitu tingkat pengumpulan data sumber. Ketiga, tersedia secara gratis di Internet. Keempat, lengkap. Artinya dirilis sebagai kumpulan data yang komprehensif tanpa menghilangkan data apa pun. Kelima, dapat dianalisis. Tersedia dalam format yang dapat dibaca oleh mesin dan dapat dianalisis dengan cepat, serta mudah.
Selanjutnya, keenam, non-proprietary. Artinya tersedia dalam format di mana tidak ada entitas yang memiliki kendali eksklusif. Ketujuh, non-diskriminatif. Artinya tersedia bagi individu atau institusi mana pun untuk akses anonim tanpa batasan penggunaan apapun, termasuk persyaratan aplikasi atau pendaftaran. Kedelapan, bebas lisensi. Tidak boleh ada hambatan untuk penggunaan kembali dan pendistribusian ulang untuk tujuan apa pun. Kesembilan, tersedia secara permanen dengan waktu yang tidak ditentukan. Secara khusus, data yang hanya tersedia untuk waktu yang singkat merupakan data yang tidak terbuka (International IDEA, 2017).
Berdasarkan paparan di atas, seharusnya KPU bukan hanya memahami data pemilu terbuka hanya dalam aspek teknis, namun juga harus memahaminya kaitannya dengan makna demokrasi substantif, tata pemerintahan yang baik, dan prinsip-prinsip inklusi. Prinsip-prinsip tersebut juga harus dapat diimplementasikan termasuk dalam penggunaan Sirekap. Dengan melihat waktu yang ada, maka sangat penting bagi KPU untuk dapat menampilkan data tabulasi suara sementara untuk penyelenggaraan Pilkada 2024. Hal ini dilakukan untuk menjamin penggunaan Sirekap sesuai dengan prinsip-prinsip data pemilu terbuka. Selain itu, hal ini dapat menghilangkan kecurigaan dan ketidakpercayaan masyarakat.
Arfianto Purbolaksono
Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute
arfianto@theindonesianinstitute.com