Tantangan Pendaftaran Bacaleg pada Pemilu 2024

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan memulai tahapan pendaftaran calon anggota Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten/Kota, pada tanggal 1 Mei hingga 14 Mei 2023. Anggota KPU RI, Idham Kholik menyatakan bahwa KPU menekankan perihal kelengkapan berkas bacaleg yang diajukan oleh parpol peserta Pemilu (kompas.id, 25/4/2023). Namun, berkaca pada pendaftaran pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang lalu, sebagian besar parpol mendaftarkan bakal calon anggota legislatif (bacaleg) pada hari terakhir penutupan pendaftaran (republika.co.id, 16/7/2018).

Pada Pemilu 2019 sebagian besar parpol mendaftarkan calegnya pada hari terakhir pendaftaran. Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan bahwa lambatnya pendaftaran caleg karena parpol masih menuntaskan proses penentuan daerah pemilihan (dapil) untuk caleg dan juga nomor urut caleg yang akan maju di setiap dapil hingga akhir masa pendaftaran (perludem.org, 15/7/2018).

Selain itu, ada dinamika perkembangan di internal parpol, berupa konflik kepengurusan dan perpindahan kader parpol ke parpol lain demi kepentingan Pemilu 2019. Selain itu, ada juga kebijakan parpol yang tersentralisasi dalam proses pendaftaran caleg secara serentak dari tingkat pusat hingga daerah (perludem.org, 15/7/2018). Lantas, bagaimana dengan Pemilu 2024?

Persiapan partai politik untuk pendaftaran bakal calon legislatif masih terkendala pada proses melengkapi syarat yang diminta oleh KPU sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota (kompas.id, 25/4/2023).

Pada Pasal 12 PKPU Nomor 10 Tahun 2023 menjabarkan persyaratan dokumen yang meliputi, KTP Elektronik; Surat pernyataan Bakal Calon menggunakan formulir MODEL BB.PERNYATAAN; Fotokopi ijazah; Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dari pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit pemerintah yang memenuhi syarat; Surat keterangan bebas penyalahgunaan narkotika dari pusat kesehatan masyarakat yang memenuhi syarat; Surat keterangan dari pengadilan negeri di wilayah hukum tempat tinggal Bakal Calon. Selanjutnya, setelah berkas-berkas tersebut diserahkan ke KPU, berikutnya berkas tersebut juga harus diunggah ke Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

Kendala kesiapan dokumen administrasi terutama untuk melengkapi surat keterangan pengadilan. Misalnya Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan masih melengkapi dokumen administrasi syarat bakal calon legislatif terutama terkait dengan surat keterangan dari pengadilan (kompas.id, 25/4/2023).

Namun, selain administrasi, ada juga partai yang masih kesulitan mencari warga yang mau menjadi bacaleg dari partainya. Hal ini tentunya tergantung dari kesiapan dan dinamika di partai politik. Misalnya, bagi parpol baru seperti Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Partai Gelora), tahap pendaftaran caleg buka hal yang mudah.

Sekretaris Jenderal (Sekjend) Partai Gelora, Mahfuz Sidik, mengakui bahwa sebagai parpol yang baru pertama kali mengikuti Pemilu pada 2024, penjaringan bakal caleg bukan hal yang mudah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari tingkat pengenalan publik terhadap parpol. Untuk menyiasatinya, Gelora sudah memulai perekrutan bakal caleg sejak bulan Agustus 2021. Namun, hasilnya belum signifikan karena hingga akhir bulan Februari, jumlah bakal caleg yang direkrut baru sekitar 50 persen dari total daftar alokasi kursi di seluruh tingkatan (kompas.id, 13/3/2023).

Tidak jauh berbeda dengan Partai Gelora, Partai Buruh melalui Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh, Said Salahudin, mengatakan bahwa hasil perekrutan bakal caleg di parpolnya hingga saat ini juga masih beragam. Meski di sejumlah dapil jumlah bakal caleg sudah memenuhi bahkan melebihi total alokasi kursi, masih ada pula sejumlah daerah yang kekurangan bakal caleg. Terutama pada wilayah yang bukan daerah industri atau pertanian, misalnya di Indonesia Timur (kompas.id, 13/3/2023).

Selain itu, partai-partai masih dihadapkan dengan aturan untuk memenuhi keterwakilan perempuan. Berdasarkan Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa daftar bakal calon anggota yang ditetapkan oleh pengurus parpol peserta Pemilu memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Hal serupa juga dialami Partai Bulan Bintang (PBB). Sekjend PBB, Afriansyah Noor menyatakan, proses pendaftaran bacaleg dari partainya sedikit terkendala dalam pemenuhan kuota 30 persen bacaleg perempuan di empat provinsi baru di bumi Papua. Di daerah itu tidak mudah untuk mencari bacaleg perempuan potensial (kompas.id, 25/4/2023).

Melihat tantangan ini, maka segala upaya harus dilakukan partai-partai tersebut diatas untuk melengkapi daftar bakal caleg tiap dapil dan minimal keterwakilan perempuan. Namun, hal ini akan memunculkan persoalan lain, seperti minimnya kualitas bakal calon yang akan didaftarkan dan partai-partai tersebut hanya berupaya untuk memenuhi sisi kuatitas bakal calon yang ingin mendaftar melalui partainya.

Berdasarkan ulasan di atas, maka terdapat beberapa catatan yang perlu untuk diperhatikan. Pertama, mendorong partai politik, untuk menggalakkan sosialisasi sekaligus mendapingi para bakal calon untuk melengkapi dokumen persyaratan untuk pendaftaran bacaleg.

Kedua, mendorong partai politik untuk meningkatkan sosialisasi dalam rangka rekrutmen bacaleg agar dapat melengkapi daftar bacaleg dan memastikan keterwakilan perempuan. Lebih jauh, parpol juga harus tetap memperhatikan kualitas dari bakal calon yang didaftarkan. Ketiga, mendorong parpol untuk melakukan desentralisasi kebijakan rekrutmen untuk caleg tingkat provinsi dan kabupaten/ kota.

 

Arfianto Purbolaksono

Manajer Riset dan Program

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar