Merumuskan Model Seleksi Calon Anggota Legislatif di Internal Partai Politik

Pada rapat kerja Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama Menteri Dalam Negeri, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada tanggal 24 Januari 2022, telah memutuskan bahwa pemilihan umum (pemilu) serentak akan jatuh pada tanggal 14 Februari 2024 (Kompas.com, 24/01/2022). Oleh karena itu, partai politik sudah mulai memanaskan mesin politiknya mengingat pemilu akan diselenggarakan kurang lebih dua tahun lagi.

Salah satu bentuk persiapan partai politik menjelang pemilu 2024 mendatang adalah dengan membuka pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg). Sebut saja Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah membuka pendaftaran sejak bulan Februari 2022. Menurut Ketua Komite Pemenangan Pemilu Nasional (KPPN) PAN, Yandri Susanto, bahwa penjaringan sejak dini diperlukan agar PAN mendapatkan calon terbaik (pan.or.id, 17/02/2022). Selain itu, ada pula Partai Persatuan Indonesia (Perindo) yang juga membuka pendaftaran bacaleg untuk Pemilu 2024 dengan menggunakan metode konvensi rakyat (okezone.com, 30/01/2022). Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini mencoba untuk memberikan rumusan model seleksi calon anggota legislatif untuk partai politik jelang pemilu 2024 mendatang.

Model Seleksi Calon Anggota Legislatif

Hazan dan Rahat (2010) dalam bukunya Democraties within Parties, Candidate Selections Methods and Their Politcal Consequences menjelaskan bahwa terdapat empat dimensi dalam proses seleksi calon anggota legislatif. Pertama, kandidasi, yaitu menjelaskan tentang siapa yang diperbolehkan untuk dicalonkan dan ditetapkan sebagai kandidat. Terdapat dua tingkatan, yaitu inklusif dan ekslusif. Pada tingkatan Inklusif, setiap warga negara berhak untuk ikut menjadi kandidat dalam seleksi. Sedangkan pada tingkatan eksklusif, terdapat kondisi-kondisi tertentu yang membatasi untuk ikut serta dalam proses seleksi.

Pada dimensi ini, partai politik sebaiknya memberikan ruang bagi siapa saja untuk menjadi calon anggota legislatif atau inklusif. Namun, kandidat juga perlu memperhatikan platform atau ideologi partai tersebut. Sebaliknya, partai politik juga perlu menjalankan fungsi pendidikan politik sehingga jika calon tersebut terpilih, maka calon tersebut dapat merepresentasikan ideologi partainya.

Dimensi kedua, selectorate, atau siapa yang bertugas untuk menyeleksi. Terdapat lima jenis atau tingkatan proses seleksi kandidat yaitu, pertama, seleksi dilakukan oleh para pemilih. Artinya, seleksi dilakukan oleh semua orang yang memiliki hak suara dalam pemilihan umum. Kedua, seleksi dilakukan oleh para anggota partai. Ketiga, proses seleksi dilakukan oleh para delegasi atau perwakilan partai. Keempat, seleksi dilakukan oleh sejumlah orang yang termasuk dalam elit partai. Kelima, seleksi dilakukan hanya oleh satu orang, yaitu pimpinan partai. Pada dimensi ini, semakin inklusif atau dilakukan oleh para pemilih secara terbuka, maka semakin baik proses seleksi tersebut.

Dimensi ketiga, voting system atau appointmen system, yaitu menjelaskan bagaimana kandidat dinominasikan dalam partai politik. Jika menggunakan voting system, maka untuk menentukan siapa yang dinominasikan akan dilakukan pemilihan terlebih dahulu. Sedangkan appointmen system, pemilihan kandidat ditunjuk tanpa menggunakan prosedur pemilihan. Pada dimensi ini, model seleksi dengan menggunakan voting system dianggap lebih baik karena lebih terbuka, transparan, adil serta demokratis.

Dimensi keempat, candidate selection methods, yaitu dimana proses ruang lingkup pengambilan keputusan dalam proses seleksi kandidat. Dalam aspek ini terdiri dari dua tingkatan, sentralistik dan desentralistik. Sentralistik artinya proses seleksi dan pengambilan keputusan ada ditingkat pusat atau nasional. Sedangkan desentralistik yaitu proses dan pengambilan keputusan ada ditingkat lokal atau regional. Pada dimensi ini, desentralistik dianggap lebih baik karena pemilu legislatif akan dilakukan berdasarkan daerah pemilihan. Sehingga, bacaleg akan lebih dekat dengan konstituten ataupun selectorate di tingkat lokal.

Hal terpenting dalam proses seleksi bacaleg dalam partai politik adalah proses seleksi harus dilakukan secara jelas, terbuka, transparan, adil serta demokratis. Pasalnya, proses seleksi dalam partai politik selama ini diibaratkan sebagai sebuah “secret garden of politics”, penuh kerahasiaan dan tertutup. Dengan menggunakan metode seleksi bacaleg yang jelas, terbuka, transparan, adil, dan demokratis, maka kualitas demokrasi internal partai politik pun semakin meningkat yang berdampak pada peningkatan kualitas calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik. Sehingga, caleg yang terpilih nanti pun benar-benar berkualitas dan bukan hanya sekadar dekat dengan pimpinan partai politik.

 

Ahmad Hidayah
Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute
ahmad@theindonesianinstitute.com  

Komentar