Menjaga Marwah Media Massa Menjelang Pemilu 2014

Pertemuan Forum Pemimpin Redaksi (Pemred) se-Indonesia 2013 untuk pertama kalinya dilangsungkan di Bali pada 13 – 14 Juni 2013. Forum ini dihadiri oleh seluruh Pemred, Tokoh Pers, CEO Perusahaan Media, dan Pemerintah. Menurut Ketua Forum Pemred, Wahyu Muryadi, Pertemuan Forum Pemred mencoba menyuarakan kepentingan pers yang independen dan profesional serta tidak larut dalam kepentingan-kepentingan yang mengganggu martabat pers (Antara, 4/6). Hal ini merupakan respon di tengah kecurigaan terhadap netralitas media yang sering dijadikan alat politik oleh para pemiliknya.

Kecurigaan ini muncul bukan tanpa alasan. Pertama, media merupakan sarana strategis untuk menyampaikan pesan politik, melalui iklan maupun pemberitaan. Kedua, adanya kecenderungan pemilik media yang memiliki kedekatan dengan partai peserta Pemilu 2014. Kedua hal inilah yang menjadi penyebab munculnya kecurigaan terhadap netralitas media saat ini.

Kondisi ini diamini oleh Heru Hendratmoko, Pemred KBR 68H dalam diskusi bulanan The Indonesian Institute, The Indonesian Forum (12/6). Heru menyatakan tantangan media dalam Pemilu 2014 adalah lemahnya profesionalisme yang terjadi hampir di semua level. Ini terlihat dengan lemahnya objektivitas, tidak ada keadilan, keberpihakan pada salah satu kandidat atau parpol, tak ada keberimbangan, dan tidak akuratnya pemberitaan.

KPU sebagai penyelenggara pemilu telah mengeluarkan PKPU No. 1 Tahun 2013 yang mengatur tentang Iklan dan pemberitaan kampanye. Namun, aturan ini dirasakan masih sangat lemah karena hanya mengatur pada masa tahapan kampanye yang akan berlangsung pada 16 Maret hingga 5 April 2014. Sedangkan iklan dan pemberitaan yang ditayangkan sebelum tahapan kampanye tidak diatur oleh peraturan tersebut. Kondisi inilah yang menjadi sulit untuk menjaga keberimbangan media dalam iklan dan pemberitaan terhadap suatu parpol.

Laporan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menemukan ratusan iklan politik di berbagai stasiun televisi, seperti MNC Group, TV arfiantoOne, dan Metro TV. Data KPI menunjukkan, ketika Hary Tanoesoedibjo masih di Partai NasDem sepanjang Oktober hingga November 2012, RCTI menayangkan 127 iklan Partai NasDem. Perubahan afiliasi politik Hary Tanoesoedibjo ke Partai Hanura, langsung merubah kebijakan redaksi di stasiun MNC Goup.

KPI menemukan, pada 2-15 April 2013, ada 11 pemberitaan mengenai Hanura yang ditayangkan di RCTI, MNC TV, dan Global TV. Sedangkan di TV One, yang dimiliki keluarga Bakrie, ada 10 pemberitaan tentang Aburizal Bakrie sepanjang April 2013. Pada periode yang sama, ada 143 kali tayangan iklan politik Ketua Umum Partai Golkar yang mencalonkan diri menjadi Presiden RI 2014 tersebut.

Besarnya pengaruh iklan dan pemberitaan media massa menurut sosiolog Gaye Tuchman (1978), adalah karena media melakukan tindakan yang dapat mengkonstruksi realita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu, maka informasi realitas yang diterima masyarakat adalah realitas yang telah dibentuk oleh media. Media bukanlah sebuah entitas yang bebas, karena media sendiri menjadi pelaku dalam mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya.

Ade Armando pengamat komunikasi UI dalam forum yang sama mengatakan keberpihakan media tidak dapat dihindarkan, namun keberpihakan utama jurnalis adalah pada kebenaran. Media tentu tak dapat melepaskan diri dari kepentingan pemilik modal, tetapi itu tidak boleh menjadikan media menutupi kebenaran. Saat ini yang menjadi kunci penting adalah kesadaran jurnalis.

Oleh karena itu patut ditunggu, pertama, peran dari Forum Pemred maupun dari jurnalis dan entitas lainnya dalam menjaga marwah pers dari kooptasi kepentingan politik. Kedua, dituntut pula peran KPU, Bawaslu, KPI dan Dewan Pers untuk mengatur pemberitaan dan iklan kampanye yang berimbang. Ketiga, KPI, Dewan Pers, AJI, IJTI, serta kelompok sipil lainnya untuk mengawal,m mengawasi, serta melindungi penggiat media yang menjaga indepedensi dan menyuarakan kebenaran demi pemilu yang berkualitas.

Arfianto Purbolaksono – Peneliti Yunior Bidang Politik The Indonesian Institute arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar