Foto Dok.

Meneropong Wajah Kabinet Kerja Jilid II

Mahkamah Konstitusi (MK), akhirnya menolak seluruh permohonan gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dengan putusan ini, Pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin dipastikan menjadi capres dan cawapres terpilih.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil rekapitulasi suara Pilpres tingkat nasional 34 provinsi dan pemilihan luar negeri. Berdasarkan hasil rekapitulasi, jumlah suara sah sebanyak 154,26 juta, pasangan capres/cawapres Jokowi-Ma’ruf berhasil meraih 85,6 juta (55,5%) suara. Sedangkan kompetitornya, pasangan Prabowo-Sandi hanya meraup 68,65 juta (44,5%) suara.

Menurut penulis, paska keputusan MK ini, selain proses rekonsiliasi antara kedua pasangan calon yang berkompetisi pada Pilpres 2019 yang lalu, langkah paling penting selanjutnya adalah bagaimana melihat wajah kabinet 2019-2014.

Agenda penentuan kabinet memang masih lama. Hal ini tentunya menjadi hak prerogatif Presiden. Namun seperti yang sudah menjadi rahasia umum, “kasak-kusuk” proses pembentukan kabinet, melibatkan partai politik yang berkepentingan untuk mendapatkan kursi di kabinet.

Seperti yang kita ketahui sejak penetapan hasil rekapitulasi Pileg dan Pilpres 2019, terjadi manuver-manuver yang dilakukan oleh partai politik yang tergabung di dalam koalisi pengusung Jokowi- Ma’ruf Amin, maupun di koalisi pendukung Prabowo-Sandi, misalnya Partai Demokrat dan PAN.  Hal ini terlihat dengan sejumlah pertemuan elit dari kedua partai tersebut dengan Jokowi beberapa waktu yang lalu.

Manuver yang dilakukan oleh Demokrat dan PAN, sesungguhnya sesuatu yang lumrah terjadi. Sangat wajar jika kedua partai tersebut akan merapat ke koalisi Jokowi- Ma’ruf Amin, dengan berharap akan mendapatkan posisi dalam kabinet ke depan.

Namun menurut penulis, yang perlu diperhatikan adalah, pertama, sudah selayaknya Jokowi- Ma’ruf Amin memprioritaskan partai politik anggota koalisi untuk menempati pos-pos di dalam kabinet. Hal ini sangat penting mengingat kerja-kerja yang telah dilakukan oleh partai koalisi selama hampir 10 bulan belakangan ini.

Selain pertimbangan tersebut, hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah koalisi Jokowi-Ma’ruf Amin merupakan koalisi yang gemuk. Bahkan jika melihat proyeksi komposisi kursi di DPR, maka koalisi pendukung Jokowi- Ma’ruf Amin masih sangat dominan dibandingkan koalisi Prabowo-Sandi.

Oleh karena itu, dibutuhkan kekuatan penyeimbang di parlemen. Partai-partai yang berada di koalisi Prabowo-Sandi seharusnya dapat memainkan peran sebagai oposisi yang konstruktif. Hal ini dibutuhkan untuk menjadi penyeimbang bagi proses check and balances antara eksekutif dan legislatif.

Kedua, mengingat Pemilu 2019 dilakukan secara serentak, maka proses kerja tim kampanye pemenangan partai dalam Pileg dan Pilpres berjalan secara bersamaan. Oleh karena itu, penentuan formasi kursi di kabinet harus proporsional melihat perolehan suara partai politik dalam Pileg 2019.

Misalnya PDI-P, Golkar, PKB, dan Nasdem layak mendapatkan jatah lebih dari dua kursi di kabinet. Mengingat perolehan suara mereka dalam Pileg 2019 yang lalu. Selain mesin partai bergerak selain memenangkan suara partai di dapil, mereka juga bergerak memenangkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden di tiap tingkatan wilayah seperti di tingkat Kabupaten/ Kota hingga Provinsi.

Ketiga, kanalisasi kepentingan relawan non-partai. Selain partai politik, yang tidak dapat dipungkiri adalah kerja-kerja relawan untuk memenangkan Jokowi- Ma’ruf Amin. Seperti yang telah dilakukan pada Pemilu 2014, maka relawan juga harus diperhatikan untuk mendukung kerja-kerja kabinet Jokowi- Ma’ruf Amin selama lima tahun ke depan.

Keempat, menjaga komitmen terhadap anti korupsi. Komitmen anti korupsi ini sangat penting untuk dipegang oleh pasangan Jokowi- Ma’ruf Amin maupun partai politik pendukungnya, untuk pembentukan kabinetnya. Walaupun partai politik mendapatkan jatah kursi di kabinet, mereka juga diharapkan mendelegasikan perwakilannya yang memiliki rekam jejak yang bersih dari praktik korupsi.

Semoga kabinet ke depan mewadahi beragam kepentingan anggota koalisi partai pendukung Jokowi- Ma’ruf Amin. Dengan demikian, visi, misi, serta program yang dikampanyekan pada Pemilu 2019 dapat terlaksana. Di sisi lain, kabinet juga perlu dikontrol oleh oposisi yang konstruktif, sehingga terjadi keseimbangan baik di pemerintah maupun di parlemen.

 

Arfianto Purbolaksono, Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research

arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar