Melihat Upaya Penyederhanaan Birokrasi

Pada akhir tahun ini, pemerintah menargetkan untuk dilakukannya penyederhanaan birokrasi di pemerintah daerah. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, terdapat 493 dari 508 Kabupaten/Kota yang telah mengajukan penyederhanaan struktur organisasinya per 21 Desember 2021 (okezone.com, 22/12/2021).

Ada 15 daerah yang belum mengajukan usulan penyederhanaan struktur organisasi, yakni di Sumatera sebanyak 2 Pemda dan Papua sebanyak 13 Pemda. Selanjutnya, masih ada dua provinsi yang belum memberikan usulan penyederhanaan struktur organisasi ke Kemendagri, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Sumatera Selatan (okezone.com, 22/12/2021).

Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Akmal Malik mengatakan sudah ada ratusan ribu jabatan ASN di Pemda yang telah disederhanakan, di mana terdapat 140.474 jabatan dari target 143.115 jabatan yang telah disederhanakan. Jumlah ini  setara dengan 94,86% dari 100% target penyederhanaan struktur organisasi bagi pemerintah daerah (viva.co.id, 22/12/2021) .

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo mengatakan penyederhanaan birokrasi ini diharapkan dapat mendukung adanya penguatan pelaksanaan tugas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berbasis pada keahlian atau keterampilan dalam jabatan-jabatan fungsional sebagaimana harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar pelayanan publik dapat berjalan dengan baik dan terjadi peningkatan kinerja organisasi (koran-jakarta.com, 16/12/2021). Tjahjo juga bicara soal pentingnya transformasi manajemen ASN untuk membentuk aparatur yang lincah dan profesional. Kata Tjahjo, transformasi manajemen ASN merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan profesionalisme ASN (koran-jakarta.com, 16/12/2021).

Mewujudkan profesionalisme ASN merupakan salah satu cara untuk mendorong reformasi birokrasi di Indonesia. Namun, apakah pembentukan profesionalisme ASN dapat terwujud dengan dilakukannya penyederhanaan birokrasi.

Miftah Toha (2003) mengatakan birokrasi di Indonesia acapkali disebut sebagai kerajaan pejabat (officialdom) karena pada hakekatnya memamerkan kekuasaan yang disusun secara hierarki. Artinya, tidak ada lagi organisasi lainnya yang menandingi kekuasaan yang tumbuh dan berkembang pada pemerintah. Tumbuh kembangnya birokrasi dipengaruhi oleh kondisi perpolitikan nasional. Politik dan birokrasi pemerintah keduanya berbeda, namun tidak bisa dipisahkan dan saling mempengaruhi.

Hampir pada setiap perhelatan pemilihan umum (Pemilu) baik di tingkat nasional maupun daerah para kandidat mencoba menggaet suara birokrat. Bahkan petahana memiliki peluang menggunakan birokrat sebagai motor pencari suara. Karena seperti yang disampaikan Toha (2003) di atas, birokrat memiliki kekuasaan yang tersusun secara hierarki hingga lapisan masyarakat terbawah. Dengan demikian, birokrasi dapat menjadi salah satu alat dalam pemenangan kandidat yang berkompetisi dalam pemilu.

Bagi pejabat birokrasi, keikutsertaan mereka dalam pemenangan kandidat dapat menjadi batu lompatan bagi mereka untuk naik jabatan dalam struktur birokrasi jika kandidat yang dibelanya memenangkan pemilu. Adanya kesempatan untuk saling mempengaruhi ini yang kemudian terpelihara hingga saat ini.

Oleh karena itu, jika penyederhanaan birokrasi benar-benar dilakukan untuk tujuan seperti yang disampaikan oleh Menteri Tjahjo tersebut, maka dibutuhkan komitmen bukan hanya dari Presiden, melainkan juga dari kepala daerah, serta yang paling penting adalah ketua-ketua umum partai-partai politik di Indonesia. Hal ini sangat penting karena rekrutmen pejabat publik dan posisi politik dilakukan melalui partai politik

Komitmen memperkuat profesionalisme birokrasi harus menjadi komitmen bersama. Jangan sampai pemangkasan birokrasi tidak diikuti oleh perubahan cara berpikir antara aktor, baik dari unsur birokrasi dan politik. Hal ini penting agar profesionalisme birokrasi tidak menjadi alat politik belaka.

 Arfianto Purbolaksono, Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research. arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar