Tahapan kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 telah dimulai sejak 28 November 2023. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, dilakukan sejak 28 November 2023 hingga nanti tanggal 10 Februari 2024. Jika dihitung, maka masa kampanye Pemilu 2024 berlangsung selama 75 hari. Hal ini terbilang lebih pendek dibandingkan Pemilu tahun 2019. Karena pada Pemilu 2019, masa kampanye dilakukan selama lima bulan, terhitung sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019.
Pendeknya waktu tahapan kampanye tentunya menjadi tantangan bagi peserta pemilu baik itu calon anggota legislatif, calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres), serta juga calon dewan perwakilan daerah (DPD), untuk menjalankan program kampanyenya. Namun, hal yang pasti dilakukan pada masa kampanye oleh semua peserta adalah memasang alat peraga berupa baliho dan poster-poster yang terpasang di lingkungan sekitar perumahan hingga sarana umum, seperti trotoar, jembatan dan jalan raya. Bahkan hal ini cenderung merusak lingkungan maupun sarana umum.
Padahal, kampanye politik itu sendiri jika mengacu pendapat Hafied Cangara (2009) adalah mobilisasi dukungan terhadap seorang kandidat. Kampanye merupakan aktivitas komunikasi yang ditujukan untuk mempengaruhi pemilih agar ia memiliki wawasan, sikap, dan perilaku sesuai dengan kehendak atau keinginan kandidat sebagai pemberi informasi.
Lebih jauh, menurut Ostergaard (2002) terdapat tiga aspek dalam kampanye dengan istilah 3A, yaitu “awareness”, “attitude”, dan “action”. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan untuk mencapainya dapat dilakukan secara bertahap. Kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap awal ini yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak terhadap isu tertentu.
Tahap kedua adalah perubahan sikap, yang menjadi sasaran dalam tahap dua ini adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau keberpihakan khalayak pada isu yang menjadi tema kampanye. Tahap ketiga atau yang terakhir adalah kegiatan kampanye ditujukkan untuk mengubah perilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Pada tahap ini yang diharapkan adalah adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, idealnya kampanye tidak dilakukan dalam waktu yang singkat. Selain itu, kampanye juga tidak hanya dilakukan dengan memenuhi lingkungan maupun sarana publik dengan baliho maupun poster-poster belaka. Kampanye harus dilakukan oleh kandidat dengan bertemu pemilih secara langsung. Untuk meyakinkan pemilih dengan program-program yang ditawarkan oleh para kandidat.
Apalagi jika melihat pemilih berdasarkan usia pada Pemilu 2024, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pemilih akan di dominasi oleh pemilih muda, yakni sebanyak 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih. Kecenderungan pemilih muda yaitu: pertama, banyak menginginkan kampanye dilakukan dengan model interaktif melalui tatap muka secara langsung maupun dalam forum-forum di internet atau media sosial.
Kedua, kampanye yang tidak disukai oleh anak muda, yaitu politik uang, bermuatan ujaran kebencian, dan pemasangan alat peraga di pohon maupun tempat umum. Kedua kecenderungan tersebut merupakan hasil jajak pendapat melalui angket yang dilakukan oleh The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) pada tanggal 6 Oktober hingga 31 Oktober 2023. Dengan 93 responden anak muda berusia 17 hingga 30 tahun.
Masih berdasarkan angket tersebut, informasi yang dibutuhkan oleh anak muda semasa kampanye ini adalah rekam jejak, visi, misi, dan program capres dan cawapres sebesar 36,6 persen dan rekam jejak, visi, misi, dan program calon anggota legislatif sebesar 21,5 persen.
Oleh karena itu, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh penyelenggara dan peserta pemilu. Pertama, peserta pemilu perlu didorong untuk memberikan kampanye politik yang baik, dengan memberikan informasi tentang visi, misi, dan program yang ditawarkan kepada kaum muda secara interaktif. Ini juga menjadi kesempatan bagi partai politik untuk membuka kesempatan luas bagi anak muda untuk ikut berkiprah dan berpartisipasi dalam politik secara signifikan.
Kedua, mendorong para partai politik serta kandidat capres dalam kampanyenya untuk merespons isu-isu yang menjadi perhatian anak muda, seperti isu pendidikan, pemberantasan korupsi, dan lapangan kerja. Partai politik dan kandidat capres dapat merespon melalui kampanye yang informatif dan edukatif untuk menarik suara anak muda yang belum menentukan pilihannya.
Ketiga, mendorong, penyelenggara Pemilu, khususnya Bawaslu berkolaborasi dengan Organisasi Masyarakat Sipil, institusi pendidikan (sekolah dan universitas), media massa, serta lembaga penelitian atau “think tank” untuk meningkatkan pengawasan kampanye baik yang dilakukan secara luring dan daring.
Keempat, Bawaslu perlu memperkuat penegakan sanksi administratif atas pelanggaran kampanye politik di media sosial, mengumumkan kepada publik secara berkala tentang kasus pelanggaran kampanye di media sosial dan mengeluarkan peringatan kepada peserta yang melanggar peraturan kampanye.
Arfianto Purbolaksono
Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute