KPUD: Dana Kurang,Sosialisasi Tidak Maksimal

Jurnas.com | KOMISI Pemilihan Umum DKI Jakarta mengakui sosialisasi penyelenggaraan pemilu kurang maksimal karena terbatasnya dana yang dimiliki.Hal itu dikatakan Ketua KPUD DKI Jakarta Dahliah Umar dalam diskusi “Menyongsong Pilkada DKI Jakarta: Bagaimana Mengawasi Potensi Kecurangan” di kantor The Indonesian Institute Forum, Kamis (5/7).
Selama ini pihaknya kata Dahliah terbantu oleh lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan serupa dan oleh media.

“Mereka mencantumkan keterangan bahwa kerja sama dengan KPUD, padahal tidak dibiayai oleh KPUD. Seharusnya KPU diberikan keleluasaan dalam melakukan sosialisasi dengan biaya yang besar,” ujar dia.

Keterbatasan biaya itu pulalah sebutnya yang membuat debat calon hanya dilakukan satu kali. Sebab untuk menyelenggarakan debat berulang kali membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Terbatasnya dana ini diperparah lagi dengan keingintahuan masyarakat yang rendah akan politik.Rendahnya ketertarikan masyarakat pada informasi

mengenai pilkada disebabkan kurangnya pendidikan politik.

Sehingga walaupun sudah diinformasikan melalui televisi, terang Dahlia, pilihan masyarakat untuk mengikuti perkembangan proses pemilu masih sangat kurang.Untuk membangun hal tersebut tidak bisa sekadar mengandalkan proses sosialisasi menjelang pemilu.

Manajer Pemantau

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menyebutkan pendidikan

politik tidak integral dengan pendidikan politik di jalur pendidikan umum. Ketika tidak ada pendidikan pemilih, ada kemalasan dari masyarakat untuk memilih.

“Kemudian ada fenomena bahwa ada kelompok yang militan dan tiap hari mau mendengungkan tidak relevan lagi sistem sekarang. Ini bisa mempengaruhiu generasi muda yang tidak pernah mendapat pendidikan pemilih,” ujarnya.

Dalam pemantauan keadaan lapangan beberapa hari lalu di Kelurahan Pulo Kambing, Jakarta Timur, JPPR menemukan bahwa masyarakatnya baru mengetahui bahwa jumlah kandidat hanya terdiri dari 2 pasangan calon

yaitu, Fauzi Bowo-Nachrowi dan Joko Widodo-Ahok.

Oleh karena itu JPPR meminta agar KPUD bisa menginformasikan secara lebih jelas visi dan misi pasangan calon. Padahal, berdasarkan survei yang telah dilakukan, sebanyak 76% responden akan mempertimbangan setiap program yang diusung masing-masing calon dalam menentukan pilihan. JPPR: Panwaslu Tak Berdaya

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengatakan kinerja panitia pengawas pemilu (Panwaslu)DKI Jakarta lemah. Sebab JPPR menemukan banyak pelanggaran selama masa kampanye di antaranya terkait pemasangan alat peraga kampanye.

Manajer pemantau JPPR Masykurudin Hafidz dalam diskusi “Menyongsong Pilkada DKI Jakarta: Bagaimana Mengawasi Potensi Kecurangan” di kantor The Indonesian Institute Forum, Kamis (5/7)mengatakan hampir seluruh pasangan calon melakukan pelanggaran dalam memasang alat peraga kampanye. Alat peraga dipasang di tempat-tempat yang dilarang seperti di taman kota dan halte.

Padahal pemasangan alat peraga di tempat-tempat yang dilarang bertentangan dengan Peraturan KPU Nopmor 14 Tahun 2010 tentang pedoman teknis kampanye pasal 22 ayat (b), (c), (d) dan (e).

“Ada ketidakberdayaan panwaslu terhadap pasangan calon.Mereka tidak berani terhadap intimidasi,”kata dia.

Intimidasi kata dia tidak hanya dari pendukung pasangan calon tetapi juga dari pasangan calon. Hal ini lah yang kemudian membuat petugas tak berani bertindak tegas. “Panwas dan trantib tahu karena timses bisa melawan,” kata dia.

 

http://www.jurnas.com/news/65558/KPUD:_Dana_Kurang,Sosialisasi_Tidak_Maksimal/1/Ibu_Kota/Balai_Kota

Komentar