Peneliti Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research Vunny Wijaya, mengatakan wacana Kartu Pra Kerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengerucut untuk diimplementasikan. Namun, kata dia, beberapa hal perlu diperhatikan, salah satunya harus selaras dengan berbagai program kerja berbagai kementerian.
Misalnya, dalam meningkatkan investasi, meningkatkan jumlah wirausaha, dan lain sebagainya. “Kini Indonesia juga menghadapi Era Revolusi Industri 4.0, di mana perusahaan menuntut berbagai keterampilan, tidak hanya dalam hal teknik atau kemampuan bahasa. Adanya pekerja yang adaptif dan inovatif sangat dibutuhkan,” kata Vunny dalam keterangan tertulis, Ahad, 22 Juli 2019.
Hal itu dia sampaikan karena melihat alokasi anggaran sebesar Rp 10,3 triliun untuk program Kartu Pra Kerja disiapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 dalam bentuk belanja sosial. Kartu Pra Kerja bertujuan untuk menekan angka pengangguran.
Jika merujuk pada Badan Pusat Statistik, angka pengangguran terbuka di kota yang sebesar 6,3 persen masih lebih tinggi dibanding desa, yaitu 3,45 persen. Setiap tahun pemerintah akan menyediakan Kartu Pra Kerja dengan jumlah terbatas.
Menurut Vunny, Kartu Pra Kerja pada dasarnya ditujukan untuk menunjang kompetensi calon pekerja, serta tidak bisa jika hanya diberikan pelatihan, magang, insentif dan kemudian selesai. Dia menilai pemerintah juga perlu menyediakan jejaring dan jaminan agar calon pekerja benar-benar dapat tersalurkan.
“Masing-masing daerah juga punya Balai Tenaga Kerja atau BTK di bawah pembinaan Kementerian Tenaga Kerja. Berbagai jenis pelatihan diberikan, tapi mengapa masih terdapat angka pengangguran, kembali lagi pada kebutuhan industri. Ketidaksesuaian keterampilan masih banyak terjadi,” ujarnya.
Dia juga menilai langkah selanjutnya yang perlu diperhatikan, yaitu pemerintah harus pertegas komitmen kolaborasi dengan berbagai sektor. Dia mengatakan bahwa Indonesia tidak kekurangan perusahaan-perusahaan yang mampu membawa pekerjanya mampu bersaing di tingkat global.
“Para pelaku industri harus semakin dilibatkan dalam pelatihan vokasi. Saya setuju terkait rencana pemerintah untuk memberikan diskon pajak,” tutupnya.
Diskon pajak, kata dia, diberikan pada sektor mobil listrik yang mau terlibat dalam pelatihan vokasi. Dengan catatan, adanya regulasi dan insentif, serta penegakan hukum yang jelas.
Sumber: Tempo.co