Polemik Pencalonan Kapolri

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi. KPK menduga ada transaksi mencurigakan atau tidak wajar yang dilakukan Budi Gunawan. Budi Gunawan merupakan calon tunggal kepala Kepolisian RI yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Budi Gunawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Pencalonan Budi Gunawan sebagai Kepala Kepolisian RI (Kapolri) menuai polemik.  Hal ini dikarenakan pertama, Presiden Jokowi tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejak para calon Kapolri. Kedua, nama Budi Gunawan merupakan perwira polisi yang dikaitkan dengan kepemilikan rekening gendut.

Terkait dengan kepemilikan rekening gendut Budi Gunawan, terdapat beberapa hal yang mencurigakan. Pertama, harta kekayaan melonjak tajam dari Rp 4,6 miliar pada 2008 menjadi Rp 22,6 miliar pada Juli 2013. Kedua, ada aliran dana mencurigakan. Pada 2006, melalui rekening pribadi dan rekening anaknya yaitu Muhammad Herviano Widyatama sebesar Rp 54 miliar, antara lain dari sebuah perusahaan properti.

Penunjukkan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri yang dilakukan oleh Presiden Jokowi jelas membuat kecewa banyak kalangan. Janji-janji politik Presiden Jokowi untuk menghadirkan pemerintahan yang anti korupsi akan pupus, jika Presiden tetap melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Seperti yang kita ketahui, Polri merupakan institusi yang dianggap oleh masyarakat, kental dengan praktik korupsi.  Berdasarkan data Survei Global Corruption Barometer (GBC) 2013 yang dilakukan oleh Transparency International (TI), 91% responden di Indonesia merasa bahwa lembaga kepolisian merupakan lembaga yang paling korup/ sangat korup. Kemudian diikuti oleh DPR dengan 89%, Partai Politik 86%, serta pengadilan dengan 86%.

Komitmen pemberantasan korupsi seharusnya tidak memandang bulu, apalagi kini menyangkut dengan penunjukkan pimpinan Polri sebagai lembaga penegak hukum. Tubuh lembaga penegak hukum haruslah bersih terlebih dahulu sebagai upaya memerangi praktik korupsi di negeri ini. Sangat sulit dibayangkan jika pimpinan penegak hukum yang seharusnya memberantas korupsi, malah ikut terseret dalam lingkaran korupsi tersebut.

Kini publik menunggu keputusan Presiden Jokowi, setelah Sidang Paripurna DPR menyetujui penunjukkan Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri. Dilematis bagi Presiden Jokowi ketika di satu sisi berhadapan dengan desakkan masyarakat serta KPK untuk mencabut kembali penunjukkan Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri. Di sisi yang lain harus berhadapan dengan realitas politik di sekeliling Presiden Jokowi yang menginginkan Budi Gunawan menjadi Kapolri.

Penulis menilai Presiden Jokowi harus mengambil sikap tegas dalam menghadapi realitas politik di sekelilingnya. Keputusan untuk tidak melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri akan menunjukkan keberpihakkan pemerintah terhadap pemberantasan korupsi. Akan tetapi jika saja Presiden Jokowi tetap akan melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri, maka ini menandakan lonceng awal kematian pemberantasan korupsi.

Arfianto Purbolaksono- Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute. arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar