Peringatan Hari Nusantara dan Permasalahan Daerah Kepulauan

Sejak tahun 2001, berdasarkan surat Keputusan Presiden Nomor 126 Tahun 2001 (Keppres No. 126/2001), bahwa setiap tanggal 13 Desember dinyatakan sebagai “Hari Nusantara”, dan resmi dinyatakan sebagai hari perayaan nasional.

Hari Nusantara merupakan perwujudan dari Deklarasi Djuanda. Melalui deklarasi tersebut, Indonesia merajut dan mempersatukan kembali wilayah dan lautannya yang luas, menyatu menjadi kesatuan yang utuh dan berdaulat.

Hari Nusantara yang diperingati setiap tanggal 13 Desember merupakan penegasan dan pengingat bahwa Indonesia adalah Negara Kepulauan terbesar di dunia.

Puncak peringatan Hari Nusantara di tahun 2016 kali ini, berlangsung di Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), sedangkan tema yang diangkat adalah “Tata Kelola Potensi Maritim Nusantara yang Baik Menuju Poros Maritim Dunia”.

Sebelumnya pada peluncuran Hari Nusantara 2016, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, Hari Nusantara 2016 bukan hanya untuk memperingati Deklarasi Djuanda, melainkan juga sebagai sebuah harapan konektivitas antardaerah di Indonesia (www.kompas.com, 22/8/2016).

Namun harapan tersebut tidaklah mudah untuk dicapai. Daerah kepulauan masih menghadapi berbagai permasalahan yang menghambat pembangunannya. Beberapa permasalahan yang dihadapi yaitu pertama, dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Keuangan Daerah (UU No. 33/2004), belum adanya pengaturan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berpihak kepada daerah kepulauan, menyebabkan terhambatnya pembangunan daerah kepulauan.

Saat ini penentuan DAU hanya terhitung berdasarkan luas daratan ditambah dengan jumlah penduduk, yang seharusnya perhitungan DAU  adalah luas lautan ditambah luas daratan dan jumlah penduduk. Kondisi-kondisi ini yang seharusnya diperhatikan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan dalam pembangunan daerah kepulauan terkait dengan otonomi daerah.

Kedua, persoalan minimnya infrastruktur bagi pengembangan potensi pariwisata dan perikanan di provinsi daerah kepulauan. Kedua sektor ini belum termanfaatkan secara optimal. Padahal jika kedua sektor ini digarap dengan serius oleh pemerintah dan masyarakat, maka pendapatan yang diperoleh dari sektor-sektor tersebut akan mampu menjadi sumber pendapatan yang luar biasa bagi pemasukan daerah.

Ketiga, minimnya kualitas sumber daya manusia (SDM)  sektor kelautan dan perikanan baik nelayan, pembudidaya, pengolah serta pemasar produk perikanan. Peningkatan kualitas SDM ini perlu menjadi perhatian dalam perencanaan pembangunan.

Berdasarkan permasalahan di atas, menurut Penulis diperlukan perubahan guna menjawab persoalan. Pertama, diperlukan perubahan dalam manajemen pemerintahan, khususnya di daerah kepulauan. Pembangunan daerah kepulauan haruslah diikuti dengan perubahan manajemen pemerintahan. Hal ini termasuk dalam pengaturan pembagian DAU yang lebih berpihak kepada daerah kepulauan. Sehingga pembangunan dapat berjalan dan  pelayan publik lebih efektif, sesuai dengan daerah kepulauan.

Kedua, percepatan pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur daerah menjadi sebuah kewajiban dalam pembangunan daerah kepulauan. Pembangunan infrastruktur daerah perlu disesuaikan dengan karakteristik daerah kepulauan. Pembangunan infrastruktur transportasi, seperti pelabuhan dan bandara, mendapatkan porsi besar dalam pembangunan infrastruktur, karena dengan kelancaran transportasi diharapkan dapat mengurangi hambatan-hambatan pemerataan pembangunan daerah kepulauan. Pembangunan infrastruktur lainnya yang perlu dilakukan adalah infrastruktur kesehatan, pendidikan dan komunikasi.

Ketiga, pembangunan perekonomian daerah kepulauan. Pembangunan perekonomian daerah kepulauan, dilakukan dengan mengembangkan potensi sumber daya kelautan di daerah kepulauan yang sangat melimpah. Termasuk di dalamnya meningkatkan kualitas SDM di sektor perikanan dan pariwisata.

Arfianto Purbolaksono, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, arfianto@theindonesianinstitute.com

Komentar