Menunggu Pemimpin Negeri Menyelesaikan Konflik TNI-Polri

arfiantoKamis pagi, 7 Maret 2013, menjadi salah satu hari yang paling tidak terlupakan bagi warga Ogan Komering Ulu (OKU). Tiba-tiba nama kota OKU menjadi headline diberbagai media massa. Pagi itu,  puluhan orang yang berseragam TNI Batalyon Armed 15/ 105 membakar Mapolres Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan. Pembakaran ini dipicu oleh tewasnya Pratu Heru Oktavinus anggota Batalyon 15/ 105 yang ditembak mati oleh anggota Polisi Polres OKU Brigadir Wijaya, pada 27 Januari 2013. Brigadir Wijaya sendiri saat ini telah dijadikan tersangka tunggal kasus pembunuhan Pratu Heru. Kejadian ini menambah daftar panjang konflik antara anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.

Belum selesainya pembagian wewenang, kecemburuan ekonomi, sampai  ego korps dari masing-masing personel, menjadi biang kerok permasalahan TNI-Polri. Namun lebih dari itu, persoalan yang paling mendasar ialah tidak adanya ketegasan dari pemimpin sipil untuk menyelesaikan permasalahan di antara dua lembaga negara ini.

Sejak digulirkannya reformasi di tubuh TNI-Polri, belum ada keseriusan pemimpin sipil untuk menempatkan TNI-Polri pada porsinya. Terdapat kesan “pembiaran” untuk menyelesaikan masalah ini. Pemimpin sipil hanya disibukkan dengan berburu dan mempertahankan kekuasaannya.

Melihat persoalan di atas, bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin bangsa yang menjadi tauladan dan panutan untuk menyelesaikan persoalan bangsa termasuk konflik TNI-Polri. Thomas Aquinas (dalam Ahmad Suhelmi, 2001) mengatakan bahwa seorang penguasa (pemimpin) negara mempunyai kewajiban terhadap rakyat yang dikuasainya. Tugas penguasa negara yang utama adalah mengusahakan kesejahteraan dan kebajikan hidup bersama.

Lebih jauh permasalahan ini mengingatkan kita pada tokoh bijak dalam mitologi Jawa, Semar. Semar digambarkan sebagai pengabdi penegak kebenaran. Seorang sederhana yang melayani umat dengan penuh kesungguhan. Guru dan pemimpin yang bijak dalam menyelesaikan masalah. Pemimpin yang disimbolkan seperti tokoh semar dibutuhkan untuk menyelesaikan konflik TNI-Polri. Kita menunggu pemimpin yang membimbing dengan kebijakan, tegas dan dapat diterima oleh semua pihak. Pemimpin yang dapat mendamaikan konflik TNI-Polri sebagai saudara sekandung.

Arfianto Purbolaksono – Peneliti Yunior Bidang Politik The Indonesian Institute anto_shevcenko@yahoo.com

Komentar