Mengkaji Ulang Pembelajaran Tatap Muka 100%

Mengacu pada Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang dirilis pada akhir bulan Desember 2021, tertulis bahwa satuan pendidikan dapat melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) 100% dari kapasitas ruang kelas jika berada di wilayah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1 atau level 2 dengan memenuhi beberapa syarat.

Satuan pendidikan dengan capaian vaksinasi dosis 2 pada pendidik dan tenaga kependidikan di atas 80%, dan capaian vaksinasi dosis 2 pada warga masyarakat lansia di atas 50%, dapat melakukan PTM setiap hari dengan jumlah peserta didik 100% dari kapasitas ruang kelas. Dalam proses tersebut, lama waktu belajar paling lama adalah 6 jam pelajaran per hari. Sementara, satuan pendidikan di wilayah PPKM level 2, namun tingkat vaksinasi pada pendidik dan tenaga kependidikan masih di bawah 80%, maka PTM dapat dilakukan setiap hari dengan kapasitas peserta didik 50%.

Menurut pernyataan Suharti, Sekertaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) (dalam tempo.co, 20/1/2022), sebanyak 68% atau setara dengan 276.032 satuan pendidikan saat ini sudah menerapkan PTM 100% terbatas. Di DKI Jakarta, PTM 100% telah dimulai dari 3 Januari 2022, dengan durasi maksimal enam jam pelajaran.

Berbagai studi menunjukkan bahwa pembelajaran yang bersifat tatap muka lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. PTM juga dilakukan untuk mengejar adanya learning loss akibat pembelajaran yang kurang efektif selama pandemi COVID-19. PTM bukan hanya soal proses belajar saja, namun juga soal pemenuhan kebutuhan manusia untuk bersoalisasi, serta adanya proses berbagi peran antara orang tua dan guru dalam  membimbing anak.

Sayangnya, di beberapa daerah, PTM justru menjadi klaster penularan COVID-19. Di DKI Jakarta, 90 sekolah ditutup akibat ditemukannya kasus COVID-19. Diketahui bahwa per 26 Januari 2021, positivity rate kasus baru harian di DKI Jakarta sebesar 13,9% (corona.jakarta.go.id, 26/1/2022). Padahal menurut Wiku Adisasmito, juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, PTM harus dihentikan jika hasil surveilans epidemiologi menunjukkan angka positivity rate sebesar 5% atau lebih.

Selain itu, menurut Satriawan Salim, Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) (Kompas.com 27/1/2022), terdapat pelanggaran protokol kesehatan saat proses PTM 100% di DKI Jakarta. Pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi misalnya, tidak diterapkannya jarak satu meter di kelas, adanya kerumunan siswa baik di kantin maupun di ruangan, serta tidak terbukanya sirkulasi udara di ruang kelas karena adanya pendingin udara. Pelanggaran tersebut terjadi karena lengahnya pengawasan dari satuan tugas penanganan COVID-19 dan dinas terkait.

 

Rekomendasi

Efektivitas proses pembelajaran merupakan bagian dari upaya mewujudkan pendidikan yang bermutu, yang merupakan tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/ SDGs) poin keempat. Sementara memastikan hidup yang sehat juga merupakan bagian dari SDGs poin ketiga. Artinya, pendidikan dan kesehatan sama-sama penting untuk dicapai. Namun, dalam prosesnya, jangan sampai pencapaian salah satu tujuan justru menghambat pencapaian tujuan lainnya. Keduanya perlu berjalan beriringan.

PTM penting untuk dilakukan, namun tidak dalam dalam kondisi positivity rate yang tinggi. Penerapan PTM juga harus memperhatikan penerapan protokol kesehatan, agar satuan pendidikan tidak menjadi klaster penularan COVID-19. Dalam penegakan penerapan protokol kesehatan, pengawasan dari satuan tugas penanganan COVID-19 dan dinas terkait menjadi penting. Selain itu, harapannya, Mendikbud-Ristek, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan juga Menteri Dalam Negeri juga menjadikan variabel tingkat vaksinasi pada anak untuk membuat keputusan terkait pelaksanaan PTM 100%.

 

Nisaaul Muthiah
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
nisaaul@theindonesianinstitute.com

Komentar