Salah satu tantangan kemajuan kualitas pendidikan di Indonesia terletak pada belum maksimalnya upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru. Pemerintah, utamanya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) kurang memberi wadah bagi guru untuk meningkatkan kualitas mereka. Hal tersebut salah satunya terlihat dari minimnya wadah bagi guru untuk membahas masalah pengajaran yang mereka hadapi (Alifia & Pramana, 2021). Selain itu, yang lebih utama, kualitas Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) juga dianggap belum efektif untuk mencetak kualitas guru yang baik.
Hingga saat ini, dapat dikatakan bahwa kualitas guru di Indonesia masih rendah. Banyak guru yang tidak menguasai materi pembelajaran (Rosser, 2018; Kusumawadhani, 2017; Chang et al. 2014). Studi Program Research on Improving Education Systems (RISE) di Indonesia pada tahun 2018 (dalam Revina, 2019), menemukan bahwa pada jenjang sekolah dasar, hanya 12,43 persen guru sekolah dasar yang menganggap dirinya menguasai materi pengajaran literasi baca tulis dan 21,27 persen yang menganggap dirinya menguasai materi pengajaran matematika.
Faktor lain yang menggambarkan masih buruknya kualitas guru di Indonesia yakni terbatasnya strategi pedagogi (proses pengajaran) yang dimiliki guru untuk mengelola pembelajaran di kelas (Bjork, 2013), dan adanya rasa kurang percaya diri pada guru untuk mendukung murid dalam mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (OECD, 2015). Kurangnya rasa percaya diri tersebut salah satunya akibat PPG yang belum memadai dan berbeda dengan realita di kelas (Alifia & Pramana, 2021).
Lebih lanjut lagi, Mendikbud periode 2016-2019, Muhadjir Effendy dalam pemberitaan Mediaindonesia.com (2019), pernah menyatakan bahwa tidak semua LPTK memenuhi standar untuk menyelenggarakan PPG. Sementara di masa periode jabatan Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim saat ini, permasalahan LPTK dan PPG sama sekali belum disinggung. Padahal keduanya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan murid.
Studi yang dilakukan oleh Jati (2015) menunjukkan bahwa di antara LPTK negeri di Indonesia, hanya terdapat dua LPTK yang sudah berjalan dengan efisien. Jati mengukur tingkat efisiensi LPTK dari perbandingan antara jumlah staf pengajar tetap dan banyaknya mahasiswa di suatu LPTK dengan jumlah publikasi yang dihasilkan sivitas akademika di LPTK tersebut. Selain itu, persentase program studi (prodi) yang mendapat akreditasi A juga menjadi salah satu variabel untuk mengukur tingkat efisiensi suatu LPTK. Minimnya jumlah LPTK negeri yang dinilai telah berjalan secara efisien menunjukkan perlunya perbaikan pada lembaga tersebut.
Beberapa permasalahan lain yang juga perlu diperbaiki oleh LPTK diantaranya kualitas kurikulum dan dosen dalam lembaga tersebut (Charismiadji dalam Mediaindonesia.com, 2019). Saat ini, kurikulum dan dosen LPTK belum mampu mencetak guru-guru yang dapat mengimplementasikan Program Merdeka Belajar. Seharusnya, Kemendikbud-Ristek memaksimalkan perbaikan kurikulum di LPTK. Bukan hanya berfokus pada Guru Penggerak. Langkah tersebut penting untuk dilakukan agar perbaikan kualitas guru dapat lebih menyeluruh.
Beberapa catatan di atas menunjukkan bahwa Kemendikbud-Ristek dan berbagai pemangku kepentingan lain perlu memberi wadah bagi guru untuk meningkatkan kualitas mengajar mereka. Kemendikbud-Ristek perlu melakukan pemugaran LPTK dan PPG, baik itu pada aspek kurikulum, dosen, maupun proses rekrutmen mahasiswa/calon guru. Kemendikbud-Ristek dan Dinas Pendidikan di masing-masing daerah juga perlu membuat wadah bagi guru untuk membahas masalah pengajaran yang mereka hadapi.
Dengan langkah di atas, harapannya proses pembelajaran dapat berjalan dengan lebih maksimal. Saat ini banyak pihak menuntut adanya perbaikan kualitas guru. Namun, bagaimana guru hendak melakukan perbaikan jika mereka tidak memiliki wadah untuk itu? Perbaikan tersebut akan efektif jika dimulai dari LPTK dan PPG, karena keduanya adalah lembaga dan program yang mencetak profesi guru.
Nisaaul Muthiah
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
nisaaul@theindonesianinstitute.com