Ibu Kota Negara (IKN), atau yang juga disebut Nusantara yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur, adalah ibu kota baru Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sedang dalam proses pengembangan dan pembangunan. Peraturan yang mendasari pembangunan IKN Nusantara adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) yang disahkan dan diundangkan pada 15 Februari 2022. Saat ini, IKN Nusantara sudah di tahap 1, yaitu membangun infrastruktur utama pemerintahan dan penduduk, serta pemindahan tahap pertama Aparatur Sipil Negara (ASN). Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-79 pada 17 Agustus 2024 pun nantinya akan dirayakan di IKN Nusantara.
Secara umum, pembangunan infrastruktur memberikan dampak yang signifikan dal meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan. Prasetyo et al. (2013) menemukan bahwa pembangunan infrastruktur sosial, seperti sekolah dan fasilitas kesehatan, serta infrastruktur telekomunikasi dapat meningkatkan pendapatan per kapita di Indonesia. Sementara, Bajar (n.d.) dalam penelitiannya yang berjudul “The Impact of Infrastructure Provisioning on Inequality”, menyatakan bahwa penyediaan infrastruktur telekomunikasi yang dapat menghubungkan masyarakat dengan kegiatan ekonomi serta memberikan kemudahan akses dapat mengurangi ketimpangan ekonomi. Selain itu, pembangunan infrastruktur vital lain, seperti jalan raya, juga berdampak pada tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat. Hal ini dikarenakan pembangunan jalan raya dapat mempermudah mobilisasi masyarakat untuk datang ke sekolah dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
Jika merujuk pada peluang ekonomi di IKN Nusantara, Prof. Dr. R. Rijanta, M.Sc. (Guru Besar Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada) dalam ugm.ac.id (29 April 2024), mengatakan bahwa peluang ekonomi dari pembangunan IKN Nusantara mencakup “pengembangan properti, pengembangan infrastrukur, peluang kerja, pengembangan bisnis dan kewirausahaan, klaster industri dan zona ekonomi khusus, pendidikan dan institusi penelitian, pariwisata dan hospitalitas, layanan kesehatan, teknologi hijau dan keberlanjutan, serta rantai pasok dan logistik.” Dengan kata lain, pembangunan tersebut akan menciptakan peluang kerja baru, baik bagi masyarakat di IKN Nusantara maupun masyarakat di sekitarnya, yang pada akhirnya tidak hanya meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, tetapi juga meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, dan pengembangan lainnya.
Dalam Pasal 2 UU IKN, IKN Nusantara memiliki tiga visi yang ingin dicapai: (1) menjadi kota berkelanjutan di dunia; (2) penggerak ekonomi Indonesia masa depan, dan (3) menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Hal ini dapat dicapai dengan mengimplementasi delapan prinsip pembangunan IKN Nusantara, yaitu (a) Selaras dengan Alam; (b) Bhinneka Tunggal Ika; (c) Terhubung, Aktif, dan Mudah Diakses; (d) Rendah Emisi Karbon; (e) Sirkular dan Tangguh; (f) Aman dan Terjangkau; (g) Nyaman dan Efisien melalui Teknologi; dan (h) Peluang Ekonomi untuk Semua.
Pertama, pembangunan IKN Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur yang notabene dikelilingi oleh hutan yang dilindungi oleh masyarakat adat harus dibangun menyesuaikan dengan kondisi alam sekitar dengan menitikberatkan pada praktik berkelanjutan. Praktik berkelanjutan harus diimplementasi mulai dari perencanaan bangunan, material bangunan, arsitektur bangunan, manajemen dan konservasi air, hingga manajemen sampah, dan lain-lain. Hal ini agar hasil yang diharapkan tidak bermuara pada kerusakan lingkungan, penurunan biodiversitas, hingga menghilangkan sumber penghasilan masyarakat adat.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), asosiasi dan kementerian/lembaga terkait harus berkolaborasi dan bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (PemProv) Kalimantan Timur dan PemProv lain di sekitar kawasan IKN Nusantara di dalam memastikan praktik pembangunan infrastruktur yang selaras dengan alam.
Kedua, IKN Nusantara yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika harus dapat mengakomodir partisipasi semua elemen masyarakat yang ada, tanpa terkecuali masyarakat adat, perempuan, anak-anak, lanjut usia, masyarakat disabilitas, usaha kecil dan menengah (UKM), dan masyarakat rentan lainnya di dalam membangun infrastruktur yang inklusif dan berkearifan lokal. Hal ini penting guna menghormati dan menjamin hak asasi manusia (HAM) dan menjaga nilai budaya asli daerah.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) dan Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) harus memastikan nilai dan supremasi hukum yang mengakomodir prinsip tersebut yang implementasinya dikawal oleh lembaga penegak hukum, seperti TNI/Polri. KemenkumHAM juga dapat bekerja sama dan bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPA), dan lain-lain.
Ketiga, akses transportasi dan mobilitas harus mudah diakses, aman, nyaman, dan juga terjangkau secara ekonomi. Pembangunan infrastruktur jalan raya, serta infrastruktur pendukung, seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) untuk bus listrik dan kendaraan listrik lain juga harus dipersiapkan dengan hati-hati yang juga melibatkan partisipasi publik. Pemerintah melalui Kemen PUPR, Kementerian Industri (Kemenperin), KemenBUMN, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dan kementerian/lembaga terkait dapat bekerja sama untuk mencetuskan kebijakan terkait hal ini.
Keempat, selain dengan menggunakan kendaraan listrik guna mengurangi emisi karbon, Pemerintah melalui Kemenperin, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), KemenBUMN, KLHK, dan kementerian terkait harus berkolaborasi dengan Kemenkeu dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pendanaan untuk membangun infrastruktur penyedia energi listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT). Pembangunan infrastruktur oleh KemenPUPR juga harus dapat mengonservasi dan mentranformasi energi menjadi listrik untuk keperluan aktivitas ekonomi.
Kelima, infrastruktur untuk kebutuhan produksi, misalnya, harus menyediakan manajemen pengolahan limbah sirkular yang menyesuaikan dengan standar internasional yang sudah ditetapkan seperti yang ada dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB). Hal ini agar elemen racun yang ada pada limbah tidak dibuang sembarangan. KLHK, KemenBUMN, KemenPUPR, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan lain-lain harus saling bersinergi dan berkomunikasi penuh untuk memastikan ekonomi sirkular bisa terpenuhi.
Keenam, Pemerintah melalui KemenPUPR, KemenPPN, KemenBUMN juga harus meningkatkan sinergi dengan Kemenkeu, OJK, dan lain-lain di dalam memberikan akses pemukiman yang layak, terjangkau, inklusif, dan tidak timpang.
Ketujuh, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kemenkeu, Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), asosiasi serta industri yang bergerak di teknologi dan digital harus saling mendorong dan menciptakan IKN Nusantara yang nyaman dan efisien melalui teknologi, baik infrastruktur fisik dan modal manusianya. Para kementerian/lembaga ini dapat bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kemenkeu, dan instansi terkait untuk dapat meningkatkan kemudahan berbisnis, sehingga utilisasi dan inovasi teknologi dapat diwujudkan di IKN Nusantara.
Terakhir, seluruh elemen Pemerintah Pusat, PemProv, Pemerintah Kabupaten (Pemkab), hingga tingkat desa harus saling berkoordinasi, berkolaborasi dan bersinergi untuk menciptakan peluang ekonomi yang inklusif, berkeadilan, dan setara bagi seluruh elemen masyarakat di IKN Nusantara dan di sekitar IKN Nusantara.
Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
putu@theindonesianinstitute.com