Dari tahun ke tahun, pemanfaataan sistem online dalam penyelenggaraan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) terus berkembang. Tahun 2019 kemarin, Pemerintah kembali membuka seleksi CPNS dengan website yang lebih terintegrasi. Berbagai masalah termasuk hoaks yang marak pada tahun-tahun sebelumnya dapat ditekan. Pencarian informasi Kementerian/Lembaga (K/L) dan Pemerintah Daerah (Pemda) yang membuka formasi juga menjadi sangat mudah. Namun, adanya sistem online ini, tidak serta-merta memberikan jaminan bahwa seleksi CPNS berjalan tanpa persoalan.
Nomenklatur Keilmuan
Seleksi CPNS dibuka dengan tujuan agar setiap K/L dan Pemda dapat semakin berbenah kualitas dan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki. Bagimanapun, PNS merupakan garda terdepan penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan Pemerintah Pusat dan Daerah. Seleksi CPNS juga dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas kerja sehingga setiap program yang ada dapat dicapai dengan maksimal.
Bagaimanapun, sejak memasuki era reformasi birokrasi, pengembangan kompetensi PNS menjadi salah satu program utama Pemerintah. Seleksi CPNS yang digelarpun menjadi lebih ketat. Pemerintah juga merinci kebutuhan melalui analisis jabatan. CPNS pun dituntut untuk memiliki kualifikasi keilmuan sesuai dengan formasi yang dibuka. Sayangnya, hingga sekarang, persoalan nomenklatur keilmuan masih terjadi.
Pada tahun 2019, Ombudsman RI sebagai lembaga negara yang berwenang mengawasi pelaksanaan pelayanan publik pemerintah menerima banyak aduan terkait penyelenggaraan CPNS. Komisioner Ombudsman RI, Laode Ida menyebut ketidakjelasan aturan dalam seleksi CPNS adalah mengenai nomenklatur keilmuan yang disyaratkan untuk suatu jabatan atau formasi di instansi tertentu (Ombudsman.go.id, 12/11/2019).
Pada dasarnya, rumpun kelimuan menentukan lulus tidaknya peserta dalam seleksi administrasi sebagai tahapan pertama seleksi. Ketidakjelasan informasi terkait rumpun keilmuan berdampak pada pemahaman dan penafsiran K/L dan Pemda yang berbeda-beda terhadap nomenklatur ilmu. Misalnya terdapat formasi S2 Kebijakan Publik, peserta dengan latar belakang S2 Administrasi dan Kebijakan Publik yang masih satu rumpun keilmuan, dapat tergeser karena perbedaan nomenklatur atau nama jurusan.
Untuk Dilakukan
Secara keseluruhan, sebanyak 259.560 peserta melakukan sanggahan terhadap hasil seleksi administrasi dan terdapat sejumlah peserta yang akhirnya berubah status menjadi lulus (Kompas.com, 22/12/2019). Namun, melalui pemantauan pada aplikasi Lapor!, sejumlah peserta yang melakukan sanggahan/pengaduan tidak hanya terkait nomenklatur keilmuan. Banyak laporan juga yang masih belum mendapatkan kejelasan dari instansi yang dilamar. Padahal, ujian Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) akan segera berlangsung.
Jika kondisi ini terus dibiarkan, apalagi terkait nomenklatur keilmuan yang menjadi poin utama seleksi, justru akan kontraproduktif dengan kebijakan pemerintah dalam mengedepankan kompetensi PNS. Koordinasi antara Panitia Seleksi (Pansel) CPNS dengan Kemendikbud dan perlu segara dilakukan. Pada dasarnya, peraturan terkait rumpun ilmu beserta nomenklatur nama keilmuan diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Adanya sejumlah peserta yang gagal seleksi administrasi karena nomenklatur dapat terjadi karena K/L dan Pemda belum sepenuhnya paham peraturan terkait rumpun ilmu. Kemendikbud perlu juga menyosialisasikan peraturan tersebut agar tidak terjadi salah tafsir. Jika ditarik lebih jauh, adanya berbagai jenis nomenklatur atau penamaan jurusan dapat menjadi evaluasi tersendiri untuk Kemendikbud dan perguruan tinggi. Sebagaimana saat ini, sejumlah lulusan yang ingin menjadi PNS, justru tidak berkesempatan mengikuti SKD karena persoalan nomenklatur. Sangat disayangkan.
Vunny Wijaya,
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research