Gambaran struktur kabinet presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) mulai terkuak. Senin (15/9) Jokowi-JK mengumumkan bahwa kabinet yang akan mendampingi mereka terdiri atas 34 menteri. Perinciannya, 18 menteri dari kalangan profesional murni dan 16 lainnya dari kalangan profesional partai.
Jumlah itu terdiri atas 18 menteri dari kalangan profesional dan 16 menteri dari kalangan profesional partai. Jokowi menjelaskan, dari pembagian kementerian untuk kalangan profesional dan profesional partai tersebut, ada tiga menteri koordinator yang tetap dipertahankan. Selain itu, khusus untuk wakil menteri (Wamen), yang mungkin masih diperlukan adalah Wamen di Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Pro dan kontra muncul setelah pengumuman struktur kabinet ini. Jokowi JK yang menggembar gemborkan akan dilakukan pertama perampingan kabinet, ke-34 pos menteri tidak berubah dengan jumlah menteri di dalam kabinet di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Artinya perampingan yang dijanjikan belum dapat dilaksanakan oleh Jokowi-JK.
Namun pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menilai masalah ramping tidaknya kabinet tidak bisa diukur oleh jumlah menteri semata. Perubahan harus dilihat juga dari pelaksanaan kerja kementerian, termasuk misalnya menata ulang hubungan antar kementerian, menurut Ari tumpang tindih dan tidak terkoordinasi dengan baik. Selanjutnya perubahan harus juga terjadi di tingkat mikro dalam proses kerja internal di tiap kementerian (bbc.co.uk, 16/9)
Kedua, koalisi tanpa syarat. Terdapat 16 kursi kabinet yang dijatahkan kepada kalangan parpol menggambarkan kabinet ini belum berubah karena masih dipenuhi oleh kepentingan parpol. Menyikapi hal ini, Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla memberikan penjelasan mengenai alasan dibalik jumlah tersebut. JK mengatakan, hal ini dikarenakan pertimbangan terhadapn realitas politik. Realitas demokrasi yang perwakilan maka harus ada hubungan antara pemerintahan dan DPR. JK mengatakan, yang paling terpenting adalah proses kerja yang harus diperbaiki. Salah satunya adalah mengenai kecepatan (detik.com, 15/9).
Ditengah pro dan kontra tersebut, sesungguhnya yang juga paling penting menurut penulis adalah integritas para menteri yang akan membantu Jokowi-JK nanti. Selain profesionalitas atau orang yang memiliki keahlian di bidangnya. Kabinet mendatang penting untuk diisi oleh orang-orang yang memiliki track record anti korupsi, memiliki kredibilitas, serta memiliki keberanian untuk membenahi birokrasi yang sudah digerogoti oleh budaya korupsi.