Foto Antara

Manuver Legislasi di Tahun Politik

Momentum pergantian tahun dimanfaatkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merilis jumlah UU yang diuji

Asrul Ibrahim Nur, The Indonesian Institute (TII)

sepanjang tahun 2012. Rilis tersebut menyebutkan bahwa di tahun 2012 terdapat kenaikan 8,7% jumlah UU yang dikabulkan permohonan pengujiannya  jika dibandingkan tahun 2011.

Hal ini menunjukan kualitas legislasi yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Beban legislasi DPR RI dan pemerintah yang tercermin dari jumlah RUU yang terdapat dalam Prolegnas memang cukup berat jika dibandingkan dengan mekanisme pembentukan UU yang memakan waktu cukup panjang dan terkadang mengalami perdebatan yang sangat tajam.

Legislasi di tahun 2013 sangat mungkin akan lebih menurun baik dari segi kualitas maupun kuantitas.  Tahun 2013 ini juga akan ditandai dengan semakin massifnya para calon kandidat yang akan berkompetisi di Pemilu 2014 mendekati para konstituen di daerah pemilihan masing-masing.

Momentum pergantian tahun dari 2012 ke 2013 bagi sebagian orang mungkin hanya dimaknai sebagai bergantinya hari, bulan, dan tahun yang baru. Namun momentum tersebut bagi para politisi merupakan sebuah pertanda semakin dekatnya kompetisi lima tahunan yang secara rutin digelar, yaitu Pemilu legislatif maupun eksekutif.

Hal ini juga akan banyak dilakukan oleh para politisi yang sedang menduduki jabatan publik, seperti anggota DPR dan DPRD. Dinamika politik yang terjadi pada tahun 2013 ini akan berpengaruh terhadap kinerja dan produk legislasi yang dihasilkan oleh DPR.

Tahun 2013 dipastikan juga akan menimbulkan dilema bagi para politisi yang sekarang sedang menduduki jabatan publik dan ingin mencalonkan diri kembali pada pemilu 2014. Dilema tersebut adalah antara menyelesaikan pekerjaan rutin yang tersisa dan melakukan konsolidasi kepada para konstituen. Khusus anggota legislatif yang berada di Senayan maka pekerjaan rutin yang harus diselesaikan adalah pembahasan puluhan daftar RUU dalam Prolegnas.

Peta Prolegnas 2013

Prolegnas 2013 memuat 70 Rancangan Undang-Undang (RUU). Jumlah tersebut jika dipetakan dapat dilihat bahwa 30% (21 RUU) terkait bidang Perekonomian, 37% (26 RUU) terkait bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra), dan 33% (23 RUU) terkait bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam). Berikut adalah bagan yang menunjukkan komposisi Prolegnas 2013 ditinjau dari bidang RUU.

Tidak semua RUU yang ada dalam Prolegnas 2013 merupakan usulan baru, terdapat 59 RUU yang pembahasannya tidak selesai di tahun 2012 kemudian dilanjutkan ke tahun 2013 (RUU luncuran). Dari 59 RUU luncuran tersebut terdapat 28 RUU yang sudah dalam tahap pembicaraan tingkat I baik itu di Komisi maupun Panitia Khusus (Pansus).

Salah satu contoh RUU yang merupakan luncuran dari Prolegnas tahun 2012 adalah RUU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Aturan hukum ini yang akan menjadi landasan bekerja seluruh aparatur negara yang menggerakkan roda birokrasi.  Penyelesaian proses pembahasan ini sangat dinantikan oleh banyak pihak, diharapkan UU ini menjadi instrumen utama reformasi birokrasi.

Banyaknya jumlah RUU yang tidak selesai pembahasannya di tahun 2012 kemudian adanya penambahan 11 RUU baru di tahun 2013 membuat beban kerja legislasi DPR semakin meningkat. Selain itu, target kuantitas RUU yang dicanangkan tiap tahun ternyata tidak tercapai karena proses pembentukan UU seringkali berjalan alot dan memakan waktu lama.

DPR dan pemerintah nampaknya harus mulai berpikir untuk mengurangi target legislasi secara kuantitas. Sebagai gantinya harus ada peningkatan kualitas legislasi, hal tersebut ditentukan dengan substansi UU yang lebih responsif dan representatif minus transaksi politik terlebih hanya untuk pencitraan semata.

Tidak semua RUU dalam Prolegnas 2013 menjadi sorotan publik dan dianggap menarik untuk dibahas dalam berbagai forum. Dalam tiap-tiap bidang setidaknya terdapat beberapa RUU yang cukup menyita perhatian publik baik karena substansinya maupun karena proses pembentukannya yang kontroversial. Misalnya, di bidang Kesra terdapat RUU tentang Lambang Palang Merah, RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, dan RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri.

Di bidang Perekonomian terdapat RUU tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, RUU tentang BUMN,   RUU tentang Perbankan, RUU tentang Keuangan Negara, dan RUU tentang Bank Indonesia. Empat RUU yang disebutkan terakhir merupakan RUU yang ditujukan untuk mengubah UU yang lama.

Pada bidang Polhukam terdapat RUU tentang Pemilihan Kepala Daerah, RUU tentang Ormas, RUU tentang Kemanan Nasional, RUU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dan RUU yang dinilai akan cukup alot dalam pembahasannya adalah RUU tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.

Menagih Janji Legislasi

Menjelang Pemilu tahun 2014 semua parpol akan berlomba merebut simpati rakyat. Pembentukan UU yang populis adalah salah satu cara untuk merebut simpati tersebut. Ada banyak RUU terutama di bidang Kesra yang cukup populis, diantaranya adalah RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, RUU tentang Jaminan Produk Halal, RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, RUU tentang Perlakuan Khusus Daerah Kepulauan, dan RUU Tabungan Perumahan Rakyat. RUU tersebut dikatakan populis karena substansinya yang langsung menyentuh langsung kepada kesejahteraan rakyat.

Untuk mendapatkan simpati rakyat bukan tidak mungkin substansi RUU yang nantinya akan menjadi UU tersebut menjadi sangat populis. Substansi UU yang populis memang sangat diharapkan, tetapi sebaiknya tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan prospek implementasi UU tersebut. Jangan sampai substansi UU dibuat populis semata hanya untuk pencitraan dan mendapatkan simpati masyarakat luas.

RUU yang terkait bidang Perekonomian beberapa merupakan usaha penyempurnaan terhadap UU lama yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. RUU tentang BUMN, RUU tentang Keuangan Negara, dan RUU tentang Perbankan adalah beberapa RUU yang merevisi UU lama. Substansi RUU yang akan menjadi UU ini sangat menentukan arah pembangunan ekonomi bagi pemerintahan yang terbentuk pasca pemilu 2014.

Substansi RUU bidang Perekonomian harus memberikan landasan yang kuat bagi pembangunan ekonomi. Isu yang mungkin berkembang dalam pembahasan RUU bidang ini adalah terkait dengan paham ekonomi yang dianut oleh suatu parpol. Wacana tentang ekonomi kerakyatan versus neo liberalisme bukan tidak mungkin akan muncul kembali dan menjadi alat untuk menaikkan citra parpol tertentu atau sebaliknya.

Pembentukan RUU bidang Polhukam nampaknya akan menjadi medan pertarungan berbagai kekuatan politik terutama dalam pembahasan RUU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Pembahasan dipastikan akan alot saat menentukan besaran angka presidential threshold. Argumentasi penguatan sistem presidensial akan beradu dengan hak politik parpol yang sudah lolos parliamentary threshold tetapi tidak dapat mengajukan Capres.

Kita tentu berharap produk hukum hasil legislasi tahun 2013 tidak terjebak dalam substansi yang populis untuk pencitraan semata. Hal penting dalam substansi UU adalah ketentuannya dapat diimplementasikan. Ayat dan pasal dalam UU tidak hanya menjadi konsep semata tetapi dapat dilaksanakan.

Daftar RUU dalam Prolegnas adalah janji legislasi yang harus ditepati oleh para pembentuk UU (DPR dan pemerintah). Janji legislasi tersebut harus realistis dengan mempertimbangkan kemampuan legislator memenuhi janjinya.

Janji legislasi pada tahun 2013 banyak memuat RUU yang langsung menyentuh kesejahteraan rakyat semisal RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, RUU tentang Jaminan Produk Halal, RUU tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, RUU tentang Perlakuan Khusus Daerah Kepulauan, dan RUU Tabungan Perumahan Rakyat.

Jumlah 70 RUU dalam Prolegnas mustahil untuk dipenuhi karena menjelang Pemilu tahun 2014 hampir bisa dipastikan banyak agenda kondolidasi politik yang bukan tidak mungkin akan menyita waktu para legislator sehingga tidak fokus menjalankan tugas-tugasnya di DPR RI.

Tahun 2013 adalah momentum menguji komitmen para politisi yang sedang menduduki jabatan publik untuk menjalankan amanat rakyat menjelang akhir masa jabatan. Kita tentu berharap target legislasi yang ditetapkan bukan hanya untuk pencitraan semata tetapi mampu menghasilkan UU yang berkualitas.

Membahas 70 RUU dalam waktu 1 tahun bukanlah pekerjaan yang mudah, terlebih tahun 2013 akan diprediksi menjadi tahun konsolidasi yang sangat mungkin menyita waktu para legislator untuk mendekati konstituen ketimbang berada di Senayan untuk membahas RUU.

Mendekati konstituen memang tidak ada salahnya, bahkan sudah menjadi tugas anggota legislatif  untuk mendengar dan merealisasikan aspirasi mereka. Konsolidasi konstituen tersebut akan menjadi masalah ketika seorang legislator lalai terhadap kewajiban utama yang dibebankan negara kepadanya yaitu terlibat dalam legislasi sebuah UU. Dengan kata lain merealisasikan janji-janji legislasi yang tertuang dalam Prolegnas tahunan maupun lima tahunan.

Kita tentu berharap target legislasi yang ditetapkan bukan hanya untuk pencitraan semata tetapi mampu menghasilkan UU yang berkualitas dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Jangan sampai Prolegnas hanya menjadi janji legislasi yang setiap tahun tidak tertunaikan dengan sempurna.

Sumber: Kompasiana.

Komentar