Jakarta, Seluruh pihak harus mewaspadai kemungkinan terjadinya peningkatan praktik ujaran kebencian dalam tahun politik 2018-2019.
Di sisi lain, Selasa (27/2), Polri menangkap sejumlah pelaku ujaran kebencian yang tergabung dalam kelompok yang disebut “Muslim Cyber Army”. Penangkapan ini ditegaskan sebagai penegakan hukum atas kejahatan ujaran kebencian yang sudah meresahkan rakyat.
Peneliti The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, ketika dihubungi di Jakarta, kemarin, mengingatkan, “Semakin dekat dengan agenda kontestasi politik, maka ujaran kebencian akan semakin meningkat. Ujaran kebencian digunakan sebagai salah satu strategi kampanye untuk menyerang dan menjatuhkan lawan politik.”
Dikatakannya, Amnesty Internasional Indonesia telah memprediksi, ujaran kebencian masih akan terjadi pada 2018-2019. Dalam dua tahun ini, Indonesia akan menyelenggarakan 171 pilkada, pemilu legislatif, dan pilpres.
Ujaran kebencian yang terjadi di Indonesia, terjadi dalam bentuk isu, misalnya tuduhan adanya kebangkitan PKI serta ujaran kebencian berbasis sentimen agama.
Dia mengatakan ujaran kebencian dan tindak intoleransi pertama kali marak terjadi pada Pilpres 2014. Selain Jokowi, Prabowo juga menjadi korban ujaran kebencian ini. Ujaran kebencian kemudian makin marak selama Pilkada DKI Jakarta 2017.
Murni penegakan hukum
Terpisah, Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto meminta masyarakat tidak salah menilai terkait penangkapan sejumlah anggota The Family Muslim Cyber Army (TFMCA). Ditegaskannya, penangkapan itu murni penegakan hukum .
“Masyarakat jangan salah persepsi, bahkan membuat analisa yang tidak-tidak. Tolong masyarakat menggarisbawahi ini dengan tegas, penangkapan itu murni untuk menegakkan hukum karena tindak pidana ujaran kebencian,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (27/2).
Disebutkannya, pihaknya akan terus mengusut pelaku ujaran kebencian dan berita bohong. Menurut Ari, penangkapan yang dilakukan pihaknya ini membuktikan peristiwa ujaran kebencian tergolong kejadian luar biasa (KLB).
“Pengungkapan atas penangkapan dari pelaku ujaran kebencian kelompok MCA yang tergabung dalam grup TFMCA membuktikan ujaran kebencian merupakan KLB di Indonesia, terutama mengenai kondisi kejiwaan sebagian dari masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Kabareskrim juga meminta masyarakat tidak ikut-ikutan menyebarkan berita bohong maupun ujaran kebencian. Bukan hanya Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga sudah menyatakan perang terhadap ujaran kebencian.
“Bukan Indonesia saja, seluruh dunia juga sudah saling menyepakati untuk memerangi hal ini (ujaran kebencian, red). Bahkan PBB juga sudah menegaskan perintahnya,” tambah Ari.
Dia mengingatkan para pelaku ujaran kebencian yang masih beraktivitas menghentikan tindakannya. “Sekali lagi, Polri mengingatkan, hentikan menyebarkan hoaks, ujaran kebencian. Hentikan ‘kegilaan’ yang menggaduhkan ini. Tapi jika tidak, Polri bersama institusi lainnya serta regulasi yang sudah ada, siap melakukan penindakan,” tandasnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus Badan Intelijen Khusus (Dit Kamsus BIK) menangkap enam orang. Mereka ditangkap di enam kota berbeda, yakni Jakarta, Pangkal Pinang, Bali, Sumedang, Palu, dan Yogyakarta.
“Berdasarkan hasil penyelidikan, grup ini sering melempar isu yang provokatif di media sosial seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu,” kata Direktur Tindak Pidana Siber Polri, Brigjen Pol Fadil Imran.
Selain penyebaran muatan ujaran kebencian, para pelaku juga mengirimkan virus lewat jaringan internet. “Termasuk menyebarkan virus yang sengaja dikirimkan kepada orang atau kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima,” tutur Fadil.
Sumber: Hariananalisa.