Proklamasi kemerdekaan Indonesia tujuh puluh dua tahun yang lalu, menandai perubahan bangsa ini. Bangsa yang sebelumnya terjajah selama berabad-abad, menjadi bangsa yang merdeka.
Kemerdekaan tujuh puluh dua tahun silam, bukanlah suatu tujuan akhir. Kemerdekaan mengamanatkan sebuah tujuan bernegara, yaitu mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia.
Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, bangsa ini masih dihadapkan dengan sejumlah permasalahan. Masalah terbesar yang harus dihadapi yaitu masih kuatnya praktik korupsi di negeri ini.
Berdasarkan data kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Terdapat 601 perkara yang telah ditangani KPK dari tahun 2004 hingga pertengahan tahun 2017 ini. Perkara-perkara tersebut yaitu penyuapan 324 kasus, korupsi dalam pengadaan barang atau jasa 163 kasus, penyalahgunaan anggaran 46 kasus, perijinan 21 kasus, pencucian uang 19 kasus, dan merintangi proses KPK 7 kasus.
Selanjutnya, masih berdasarkan data KPK, praktik korupsi terjadi di berbagai instansi, seperti di Kementerian/ Lembaga 259 kasus, Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota) 219 kasus, DPR/DPRD 58 kasus, BUMN/BUMD 45 kasus, dan di komisi 20 kasus.
Berdasarkan data-data tersebut, dapat menjadi gambaran bahwa korupsi masih menjadi permasalahan yang serius bagi bangsa ini. Praktik korupsi yang terjadi di Indonesia seperti yang dinyatakan John Girling (1997) sudah berada dalam tahap kondisi sistemik sosial. Sistemik-Sosial, pada kasus semacam ini mengindikasikan bahwa korupsi sudah menyerang seluruh lapisan masyarakat serta sistem kemasyarakatan.
Dalam segala proses kerja sistem dari masyarakat, korupsi menjadi rutin dan diterima sebagai alat untuk melakukan transaksi sehari-hari. Hal semacam ini disebut dengan korupsi sistemik karena sudah mempengaruhi secara kelembagaan dan mempengaruhi tingkah laku individu pada semua tingkatan sistem politik, sosial, dan ekonomi.
Bahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Sidang Bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (DPR-DPD) menyampaikan bahwa korupsi merupakan musuh bersama bangsa ini. Oleh karena itu, Jokowi mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama memerangi korupsi dan memperkuat KPK (kompas.com, 16/8).
Penulis sendiri menilai bahwa praktik korupsi yang terjadi di Indonesia, telah mengancam masa depan bangsa ini. Hal ini karena praktik korupsi terjadi di lembaga-lembaga tinggi negara maupun di instansi pemerintah daerah akan berdampak pertama, menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga atau instansi tersebut. Kedua, menurunkan kualitas lembaga tinggi negara dalam menjalankan peranannya. Kemudian yang ketiga, menurunkan kepatuhan hukum dimata masyarakat.
Oleh karena itu, melihat persoalan tersebut, pertama, menolak pelemahan KPK. Salah satu upaya untuk memerangi korupsi, ialah dengan menolak pelemahan terhadap institusi KPK. KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, harus dijaga agar tidak melemah sepak terjangnya. Untuk itu diperlukan komitmen bersama dari seluruh lembaga tinggi negara, termasuk DPR yang tengah menggulirkan Pansus Hak Angket KPK.
Kedua, diperlukan pengawasan yang ketat oleh masyarakat sipil terkait rekruitmen pimpinan maupun pejabat di lembaga tinggi negara. Ketiga, mendorong partai politik untuk memperkuat komitmennya dalam pemberantasan korupsi.
Keempat, mendorong pejabat publik untuk melakukan pelaporan dan publikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), secara berkala. LHKPN diharapkan ke depan, tidak hanya dilaporkan pada saat pertama kali menjabat, mutasi, promosi dan pensiun. Tapi LKHPN juga dilaporkan secara berkala setiap tahunnya selama masa jabatanya tersebut.
Arfianto Purbolaksono, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, arfianto@theindonesianinstitute.com