Hari Perempuan Internasional 2015

Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day), diperingati setiap tanggal 8 Maret setiap tahunnya. Perayaan ini sudah berlangsung sejak tahun 1910an dan pada tahun 1975, PBB mulai mensponsori Hari Perempuan Internasional ini. Pada awalnya, hari ini dirayakan di seluruh dunia untuk memperingati keberhasilan kaum perempuan di bidang ekonomi, politik dan sosial.

Pertanyaannya, apakah memang untuk keberhasilan kaum perempuan di segala bidang yang dirayakan saat ini? Pertanyaan ini muncul karena kita masih sangat sering dipertontonkan pada pelbagai permasalahan yang menimpa perempuan. Komnas Perempuan misalnya mencatat bahwa setiap harinya, 35 perempuan Indonesia masih mengalami kekerasan. Bentuk kekerasan yang dialami beragam mulai dari kekerasan fisik sampai kekerasan seksual.

Hal yang mencengangkan juga adalah bahwa tempat kekerasan terjadi bukan hanya di tempat yang rentan misalnya di jalan raya, transportasi umum dan pelbagai fasilitas umum lainnya, tetapi juga di ranah domestic, di lingkungan rumah tangga perempuan itu sendiri. Artinya pelaku kekerasan itu bukanlah orang asing bagi si perempuan korban, tapi adalah orang-orang terdekatnya. Hal ini dikonfirmasi oleh data Komnas Perempuan. Misalnya pada tahun 2013, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)dengan perempuan sebagai korban menempati jumlah tertinggi dari jumlah pengaduan kekerasan yang mereka terima yaitu sekitar 43,15%.

Hal lainnya yang patut dijadikan refleksi adalah terhadap hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 lalu. Meskipun Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang Pileg 2014 dan sejumlah Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) lebih membuka pencalonan perempuan sehingga meningkat, perempuan hanya memperoleh 96 kursi dari 560 kursi di DPR RI. Angka ini berkurang dari Pemilu 2009, dimana perempuan memperoleh 102 kursi.

Mengapa partisipasi perempuan dalam politik sangatlah penting? Hal ini adalah karena keberadaan mereka dapat meningkatkan kesejahteraan kelompok perempuan dengan mewakili, mengawal dan mempengaruhi agenda dan proses pembuatan kebijakan, serta turut serta dalam proses pembangunan (WRI, 2014).

Dua ilustrasi di atas, menunjukkan kepada kita bahwa baik di ranah domestik maupun ranah publik, masih ada banyak tantangan yang diterima perempuan. Tantangan yang membuat mereka tetap menjadi ‘kelompok kedua’ dan mengalami pelbagai diskriminasi. Inikah yang akan kita rayakan? Tentunya tidak demikian.

Pada sejarahnya betul, hari ini menandai keberhasilan atau capaian gerakan perempuan dalam memperjuangkan pelbagai hak perempuan. Namun, hari ini, di saat masih banyak tantangan yang dihadapi perempuan menuju kesetaraan gender dengan pria, masih banyak diskriminasi yang diterima, hendaknya Hari Perempuan Internasional ini menjadi momentum untuk mendesakan berbagai agenda kebijakan yang pro perempuan.

Salah satu yang relevan untuk didesakkan adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) yang masuk ke dalam salah satu prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2015 ini. UU KKG ini diharapkan bisa menjadi payung kebijakan yang melindungi perempuan dari pelbagai diskriminasi di satu sisinya, dan di sisi lainnya bisa menjadi pendorong partisipasi aktif perempuan di segala bidang pembangunan.

Catatan penting untuk para legislator yang akan membahas RUU KKG ini adalah bagaimana pengetahuan dan pengalaman perempuan menjadi dasar pengambilan keputusan dengan melibatkan perempuan dalam pengambilan keputusan terhadap RUU ini. Hanya dengan hal tersebut saja, perlindungan terhadap perempuan bisa terjamin.

Lola Amelia – Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute lola@theindonesianinstitute.com

Komentar