Pada hari Selasa 27 September 2016, di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, menyebut akan ada paket kebijakan di bidang hukum yang sedang dipersiapkan Pemerintah. Wiranto juga menjelaskan bahwa paket kebijakan hukum ini merupakan salah satu bagian dari penjabaran konsep nawacita yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama ini (nasional.republika.co.id, 27/09/16).
Gagasan adanya paket kebijakan hukum menjadi agenda penting di tahun ketiga pemerintahan Presiden Jokowi setelah di tahun sebelumnya Jokowi fokus memperhatikan urusan-urusan di bidang ekonomi. Hal itu dibuktikan dengan kurang lebih sudah ada 12 paket kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah hingga hari ini. Selanjutnya di bidang hukum Jokowi juga akan mengeluarkan paket kebijakan hukum yang rencananya akan diumumkan Presiden pada Oktober 2016 (Kompas.com, 28/09/16).
Terhadap rencana dikeluarkannya paket kebijakan hukum tersebut, masyarakat hingga hari ini masih menunggu dan bertanya apa kira-kira arah dan tujuan yang menjadi sasaran paket kebijakan hukum Jokowi ini nantinya. Sejauh ini, sebagaimana yang berkembang di berbagai media, Paket kebijakan hukum akan dirancang untuk mereformasi sektor penegakan hukum di Indonesia terutama dalam rangka memberantas para makelar kasus.
Pada awalnya gagasan perlunya paket kebijakan hukum ini diusulkan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) dalam acara pertemuan APPTHI dengan Presiden Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, 28 Juni 2016. Pada waktu itu APPTHI mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan paket kebijakan hukum. Hal itu karena para akademisi ini prihatin dengan kondisi penegakan hukum di Indonesia sehingga reformasi di bidang hukum perlu menjadi perhatian utama Pemerintah.
Sebelum menyusun paket kebijakan hukum sebagai salah satu langkah mereformasi penegakan hukum, Pemerintah perlu memetakan apa saja permasalahan yang mengakar disektor hukum yang selama ini menyebabkan buruknya proses penegakan hukum. Pertama, permasalahan di tubuh aparat penegak hukum. Bagaimana kondisi penegakan hukum tidak buruk, jika saat ini hampir semua elemen yang berkaitan dengan penegakan hukum itu sendiri justru memperjual belikan hukum dan keadilan. Tidak hanya hakim, jaksa, polisi, selaku penegak hukum, tetapi juga pengacara sebagai penasehat hukum, terlibat dalam kasus mafia peradilan dan makelar kasus.
Kedua, masalah tumpang tindihnya instrumen hukum atau peraturan perundang-undangan sehingga menyebabkan rendahnya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat. Selain itu kita juga dihadapkan pada persoalan adanya mafia hukum dalam proses pembuatan instrumen hukum. Sehingga seringkali menyebabkan instrumen hukum yang dibuat sarat nuansa politis sempit dan lebih berorientasi pada kepentingan-kepentingan kelompok tertentu. Ketiga, rendahnya kesadaran dan dukungan masyarakat atas hukum itu sendiri. Keempat budaya korupsi yang sifatnya sistemik dan telah menyebar keseluruh lapisan birokrasi dan stratifikasi sosial termasuk di dalamnya aparat penegak hukum.
Jika sudah demikian maka hukum dan keadilan akan menjadi barang mahal karena saat ini ia telah menjadi suatu komoditas yang dapat diperdagangkan. Ironisnya tidak sedikit bagian dari masyarakat kita sendiri yang berminat sebagai pembelinya. Pada akhirnya keadilan dan kepastian hukum seolah-olah tidak bisa diberikan secara gratis kepada seseorang jika disaat yang sama ada pihak lain yang menawarnya.
Menurut Penulis rumusan paket kebijakan hukum yang sedang dibahas oleh Pemerintah setidaknya menjawab keempat permasalahan di atas. Misalnya, pertama, kebijakan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yakni para penegak hukum, baik dari segi moralitas dan intelektualitas. Kedua, melakukan pembaharuan hukum, singkronisasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan yang ada, misalnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kode etik hakim, kepolisian, kejaksaan, juga advokat. Ketiga, kebijakan meningkatkan budaya kritis masyarakat. Keempat, meningkatkan komitmen untuk memberantas korupsi melalui optimalisasi peran Komisi Pemberantasan Korupsi yang tetap diiringi dengan upaya penguatan aparat penegak hukum lainnya untuk bersama-sama memberantas korupsi.
Di sisi lain, Penulis sejujurnya sangat menyayangkan paket kebijakan hukum ini tidak direncanakan dan dibuat di tahun-tahun pertama Pemerintahan Jokowi sehingga capaiannya bisa kita lihat hari ini. Rencana Jokowi untuk mengeluarkan paket kebijakan hukum di tahun ketiga pemerintahannya membuat Penulis menilai kurangnya komitmen Jokowi untuk sungguh-sungguh memperbaiki kualitas penegakan hukum di Indonesia jika dibandingkan dengan kesungguhan Jokowi memperhatikan persoalan ekonomi.
Sehingga Penulis berharap paket kebijakan hukum ini benar-benar disusun dalam kerangka menjamin dan melindungi kepentingan rakyat dan bukan untuk kepentingan penguasa atau bahkan pemodal. Kebijakan hukum ini juga harus berpihak pada kepentingan nasional dan bukan paket hukum yang nantinya hanya ramah pada inventor asing dan kepentingan usaha saja.
Zihan Syahayani, Peneliti Bidang Hukum di The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research. Zihan@theindonesianinstitute.com