Berharap Nol Kebakaran Hutan di 2017

Meskipun musim di Indonesia atau pun global tidak menentu, tapi masalah-masalah yang jamak dan terhitung rutin terjadi karenanya perlu diantisipasi. Salah satu masalah rutin tersebut adalah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Permasalahan ini bukan hanya menjadi perhatian negara kita sendiri tetapi juga negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia karena mereka juga terpapar dampak dari kebakaran hutan dan lahan di area Indonesia.

Pada Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang diadakan Senin, 23 Januari di Istana Negara, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan perlunya kita berefleksi dari kebakaran hutan dan lahan hebat yang terjadi pada tahun 2015 silam dan juga di waktu yang sama kita belajar dari keberhasilan Indonesia menurunkan titik api secara drastik pada 2016.

Seperti yang tercatat, tahun 2016 titik api Indonesia berkurang drastis sebesar 82,14 persen dibandingkan 2015 atau luas kebakaran hutan turun sebesar 83,2 persen jadi 438.360 hektar dari 2015 mencapai 2.611.411 hektar (Mongabay.co.id,23/01). Lebih jauh jumlah hari tanggap darurat, semula 151 hari pada 2015, menjadi nol pada 2016.

Berkaca dari kasus kebakatan hutan dan lahan hebat pada 2015, tak bisa dipungkiri bahwa dampak kebakaran hutan terjadi di banyak sektor kehidupan masyarakat. Dari aspek ekonomi, kebakaran hutan dan lahan berdampak besar pada perekonomian.

Presiden Jokowi memaparkan bahwa untuk kebakaran hutan tahun 2015, kerugian ekonomi yang harus ditanggung adalah sebesar 220 triliun rupiah (news.detik.com, 23/01). Angka ini adalah perkiraan dari dampak kebakaran hutan dan diukur dari pelbagai kegiatan ekonomi yang tertunda atau batal karena kebakaran seperti pembatalan penerbangan, dampak dari perkantoran yang libur dan kegiatan ekonomi lain yang terhenti.

Masalah lain dari kebakaran hutan tahun 2015 adalah pada kesehatan, dimana ada sekitar 504 ribu orang terkena penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan terutama adalah pada anak-anak. Selain masalah ke masyarakat, masalah kebakaran hutan juga adalah rusak atau hilangnya keragaman hayati yang diperkirakan seluas 2,6 juta hektar.

Kemudian jika kita belajar dari kisah sukses menurunkan titik api pada tahun 2016, salah satu faktornya adalah sinergi antar berbagai pihak terkait seperti kementerian terkait, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Pemerintah Daerah, masyarakat dan juga pihak swasta.

Selain yang sudah dipaparkan di atas, menurut Penulis, penindakan tegas terhadap pihak, baik dari masyarakat maupun perusahaan yang melakukan tindak pembakaran hutan dan lahan perlu ditingkatkan. Perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran misalnya patut dicabut izin usahanya.

Sejalan dengan hal tersebut, peran Pemerintah Daerah penting di sini dalam mengedukasi masyarakat untuk menerapkan teknologi pengolahan lahan tanpa bakar dan di waktu sama juga mendorong pengusaha menaati peraturan mengelola lahan tanpa bakar. Sebagai tindakan preventif dan promotif.

Akhirnya, kata kunci untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia adalah kesadaran pentingnya menjaga hutan dan lahan, kerja sama para pihak terkait dan penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar.

Lola Amelia, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, lola@theindonesianinstitute.com

Komentar