Diskusi “The INDONESIAN FORUM Seri 65”
Hari, tanggal : Kamis, 27 Agustus 2020
Waktu : 14.00 – 16.00 WIB
Medium : Aplikasi Zoom Meeting The Indonesian Institute
Fokus Diskusi : “Politik Dinasti dan Tantangan Demokrasi”
Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020 kembali diramaikan dengan polemik tentang praktik politik dinasti. Politik dinasti bukan menjadi sesuatu hal yang baru, praktik ini telah tumbuh subur sejak diterapkannya Pilkada. Beberapa contohnya terjadi di Provinsi Banten yang terkenal dengan Dinasti Keluarga Ratu Atut Chosiyah. Selanjutnya di Lampung terdapat keluarga Sjachroedin ZP, di Sulawesi Selatan ada Keluarga Limpo, di Sulawesi Utara ada Keluarga Sarundajang dan di Bangkalan, Madura ada Keluarga Fuad Amin. Mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan menyebutkan, dalam kurun waktu 2010-2014, terdapat 61 daerah menerapkan praktik politik dinasti. Saat ini, jumlah tersebut bertambah hingga mencapai 117 daerah (republika.co, 7/7). Bahkan saat ini praktik politik dinasti berkembang dengan melibatkan aktor-aktor di tingkat pusat yang menempatkan anak maupun kerabatnya bertanding di Pilkada Serentak 2020.
Sebut saja anak Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka di Pilkada Kota Solo dan menantunya Bobby Nasution di Pilkada Kota Medan. Tidak ketinggalan anak Wakil Presiden KH Ma’aruf Amin yakni Siti Nur Azizah yang mencoba peruntungannya di Pilkada Tangerang Selatan. Azizah akan bersaing dengan Rahayu Saraswati Djojohadikusumo yang notabene keponakan Prabowo Subianto, yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan juga Ketua Partai Gerindra. Tidak dapat dipungkiri tudingan sejumlah pihak yang menyatakan bahwa praktik politik dinasti disinyalir akan menurunkan kualitas demokrasi. Bahkan upaya untuk meminimalisasi praktik politik dinasti pernah dilakukan saat disahkannya UU Nomor 8 Tahun 2015 yang mengatur tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dimana dalam Pasal 7 huruf r pada beleid itu disebutkan bahwa calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Namun, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 33/PUU-XIII/2015, menganggap aturan yang melarang seorang calon kepala daerah berkonflik kepentingan dengan petahana bertentangan dengan konstitusi.
Di sisi lain, sebagian besar masyarakat tidak mempermasalahkan calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dalam politik. Hal ini tercermin pada hasil survei Litbang Kompas pada 27-29 Juli 2020, yang menyatakan 69,1 persen responden akan memilih calon kepala daerah karena kemampuannya, tanpa peduli dia memiliki hubungan kekerabatan atau tidak dengan pejabat publik. Namun, dalam survei ini juga ditemukan bahwa 58 persen responden setuju jika ada larangan atau pembatasan bagi keluarga pejabat publik maju di pilkada. Melihat dinamika yang berkembang terkait praktik politik dinasti jelang Pilkada 2020, The Indonesian Institute akan menggelar diskusi publik (The Indonesian Forum) daring yang bertajuk: “Politik Dinasti dan Tantangan Demokrasi”, dengan mengundang sejumlah pihak yang relevan dan kompeten untuk membahas topik ini.
Bahan Diskusi:
- Bagaimana perkembangan praktik politik dinasti di Pilkada Serentak 2020?
- Apa dampak politik dinasti di Pilkada Serentak bagi pembangunan daerah dan demokrasi?
- Bagaimana upaya untuk meminimalisasi praktik politik dinasti selama ini?
- Apa saja yang menjadi tantangan dalam meminimalisasi politik dinasti selama ini?
- Bagaimana peran partai politik dalam menjalankan fungsi rekrutmen guna mendorong calon kepala daerah yang kompeten?
Pengantar diskusi oleh:
- Hanindhito Himawan Pramono, Calon Kepala Daerah Kab. Kediri
- Ratna Dewi Pettalolo, SH, MH, Anggota Bawaslu Republik Indonesia
- Arfianto Purbolaksono, Manajer Riset dan Program TII
Download Rangkuman dan Materi The Indonesian Forum Seri 65
Materi Ratna Dewi Pettalolo, SH, MH, Anggota Bawaslu Republik Indonesia
Materi Arfianto Purbolaksono, Manajer Riset dan Program TII
[embedyt] https://www.youtube.com/watch?v=pntpatTkY8M[/embedyt]