Memasuki enam bulan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) – Jusuf Kalla (JK) banyak kalangan yang menginginkan adanya reshuffle kabinet kerja. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai salah satu partai pengusung pasangan Jokowi-JK, melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristyanto, menyatakan bahwa perombakan kabinet memang harus jika diperlukan. PDIP menyarankan agar Presiden dan Wapres, melakukan evaluasi atas kinerja para menterinya. (republika.co.id, 11/4).
Selanjutnya Wakil Ketua DPR, yang juga politisi Partai Gerindra, Fadli Zon menyetujui jika Presiden Jokowi memutuskan untuk melakukan perombakan di kabinetnya. Sebab, menurut Fadli Zon, banyak menteri yang tak benar dalam bekerja (merdeka.com, 9/4).
Kemudian desakan untuk dilakukannya reshuffle kabinet bukan hanya datang dari partai politik. Salah satu kelompok relawan pendukung Jokowi dalam Pilpres lalu yaitu Pro Jokowi (Projo), melalui Dewan Pimpinan Pusatnya telah memiliki nama 14 Menteri yang harus diganti karena memiliki kinerja di bawah standar dan tidak sesuai Nawa Cita serta Trisakti yang menjadi visi Pemerintahan Joko Widodo (CNN Indonesia, 11/4).
Ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja kabinet kerja juga terekam dalam sejumlah hasil survei. Survei Indo Barometer menunjukkan, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla masih rendah. Masyarakat yang merasa puas dengan kinerja Jokowi-JK dalam enam bulan masa kepemimpinannya hanya ada pada kisaran 60 persen (kompas.com, 6/4).
Sedangkan hasil survei Pol-Tracking Institute memperlihatkan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla rendah yaitu hanya sebesar 44 persen (kompas.com, 16/4).
Melihat kondisi diatas, penulis menilai sudah semestinya Presiden dan Wakil Presiden melakukan reshuffle kabinet. Akan tetapi penulis mengingatkan bahwa reshuffle ini harus sesuai dengan kehendak Presiden sebagai pemegang hak prerogatif, bukan hanya dari kepentingan sekelompok orang.
Ditambah lagi reshuffle kabinet juga harus berdasarkan penilaian yang jelas terkait kinerja para menteri. Melihat kinerja kabinet di enam bulan awal pemerintahan, Presiden harus dapat melihat dari dua sisi yaitu internal dan eksternal.
Sisi internal yang pertama, apakah visi, misi, dan nawa cita yang diusung oleh Jokowi-JK telah selaras dengan tujuan organisasi setiap kementerian. Kedua, apakah struktur organisasi kementerian, telah menjalankan program-programnya secara efektif, efisien, akuntabel dan transparan. Ketiga, apakah revolusi mental telah terinternalisasi ke dalam aparatur dan budaya birokrasi, sehingga telah melahirkan aparatur-aparatur birokrasi yang jujur dan antikorupsi.
Kemudian pada sisi eksternal, yaitu pertama, dengan melihat konstelasi politik yang berkembang antara pemerintah dengan koalisi pengusung (KIH) maupun dengan KMP. Kedua, melihat perkembangan ekonomi masyarakat, yaitu dengan melihat perkembangan ekonomi masyarakat yang terpengaruh akibat kebijakan pemerintah. Ketiga, dengan melihat pandangan masyarakat tentang kinerja pemerintah. Dimana masyarakat memiliki pandangan terkait dengan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah.
Arfianto Purbolaksono, Peneliti Bidang Politik The Indonesian Institute, arfianto@theindonesianinstitute.com