Dana kampanye merupakan salah satu bagian penting bagi calon kepala daerah dalam rangka mengikuti kontestasi politik. Magnus Ohman (2016), seorang pakar keuangan politik, menyatakan bahwa dana kampanye sangat penting bagi partai politik maupun kandidat yang berkontestasi dalam pemilihan umum. Dana kampanye digunakan untuk menyebarkan gagasan dan berkomunikasi dengan para konstituen mereka. Oleh sebab itu, dana kampanye sangat penting untuk diatur agar dapat memberikan ruang yang sama dari para kandidat yang bersaing dalam kontestasi politik, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020.
Pada tanggal 25 September yang lalu, para calon kepala daerah yang akan berkontestasi pada Pilkada 2020 mulai melaporkan Laporan Awal Dana Kampanye (LADK). Hal ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para kandidat, seperti yang tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang tentang Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Dalam PKPU tersebut dijelaskan bahwa LADK adalah pembukuan yang memuat informasi rekening khusus Dana Kampanye, sumber perolehan saldo awal atau saldo pembukaan, rincian perhitungan penerimaan dan pengeluaran yang diperoleh sebelum pembukaan rekening khusus Dana Kampanye, dan penerimaan sumbangan yang bersumber dari Pasangan Calon dan/atau Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan pihak lain. Selain itu, pada Pasal 65A ayat (1) huruf b, disebutkan bahwa pasangan calon yang telah ditetapkan wajib menyampaikan LADK paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Berdasarkan pemantauan di situs https://infopemilu2.kpu.go.id/ per 1 Oktober 2020, dari 716 pasangan calon yang melaporkan, sebanyak 82 pasangan mengisi dengan 0 rupiah. Selanjutnya, 267 pasangan calon mengisi Rp50.000 – Rp1.000.000, dan 101 pasangan calon mengisi Rp1.000.000 – Rp5.000.000. Jika dijumlah, pasangan calon yang melaporkan Rp 0 sampai dengan Rp5.000.000, maka terdapat 450 pasangan calon. Sedangkan, sisanya sebanyak 266 pasangan calon mengisi dengan dengan angka di atas Rp5.000.000.
Mencermati laporan tersebut, sangat terlihat ketimpangan jumlah dana yang dilaporkan oleh para pasangan calon. Hal ini memunculkan dua kemungkinan, yaitu pertama, lemahnya pemahaman pasangan calon dan tim sukses dalam pelaporan awal dana kampanye ini. Hal ini bisa terjadi karena terbatasnya ruang sosialisasi bagi pasangan calon beserta tim sukses di tengah pandemi COVID-19 ini dalam melaporkan dana kampanyenya.
Kedua, pasangan calon tidak transparan dalam melaporkan dana awal kampanyenya. Padahal, pelaporan dana kampanye merupakan langkah yang sangat penting. Hal ini dilakukan sebagai bagian implementasi transparansi kepada publik. Transparansi dana kampanye memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan yang lebih baik tentang partai atau calon yang akan mereka dukung (Karl-Heinz Nassmacher, 2003).
Pelaporan LADK seyogyanya diharapkan menjadi titik awal bagi masyarakat menilai kandidat mana yang memiliki komitmen untuk menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang baik nantinya jika mereka terpilih.
Di sisi lain, bagi penyelenggara Pemilu, baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), LADK dapat menjadi temuan awal untuk tetap berupaya secara konsisten menerapkan aturan dana kampanye yang adil bagi semua kandidat. Oleh sebab itu, aturan tentang pelaporan dana kampanye harus dilaksanakan secara konsisten. Selain itu, peran masyarakat sipil juga sangat penting dan diperlukan untuk ikut mengawasi pelaporan dana kampanye calon kepala daerah secara transparan dan akuntabel.
Arfianto Purbolaksono – Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute arfianto@theindonesianinstitute.com