“Ke mana-mana transportasi publik, transportasi umum, harus murah dan enak. Ini kan yang dibangun jalan tol, ya enak bagi yang punya mobil.”
“Kemarin saya ketemu tukang becak, tukang becak bilang ‘saya bayar pajak, pajaknya dibikin bangun tol, lah kok saya nggak bisa menikmati tol. Ketentuan pembangunan yang merata bukan hanya dinikmati oleh sebagian orang, tapi dinikmati oleh seluruh masyarakat. Itu yang disebut keadilan, kesamarataan, kesetaraan itu namanya.”
Begitulah pandangan kritis calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar atau yang sering disapa Cak Imin seperti yang dirangkum oleh Detik.com, Kamis, 21 Desember 2023. Ada empat sudut pandang menarik terkait pandangan Cak Imin di atas. Pertama, terkait dengan transportasi umum yang harus murah dan enak. Kedua, tentang pembangunan jalan tol yang hanya dinikmati masyarakat yang memiliki mobil. Ketiga, jalan tol yang tidak bisa dinikmati tukang becak. Yang terakhir, pembangunan yang merata dan berkeadilan.
Transportasi umum adalah layanan transportasi penumpang yang tersedia bagi masyarakat umum, seperti bus, kereta api, kereta bawah tanah, feri, dan lain-lain, yang bersama-sama digunakan dengan masyarakat lainnya (UN-Habitat, 2018). Transportasi umum memiliki keuntungan di dalam mengurangi kepadatan lalu lintas, meningkatkan konservasi energi dengan mengurangi konsumsi BBM, memberikan aksesibilitas bagi para masyarakat yang tidak memiliki kendaraan pribadi, mengurangi kebisingan, dan bahkan sebagai upaya untuk menurunkan polusi udara dan emisi gas rumah kaca.
Namun secara umum, masyarakat di Indonesia masih cenderung menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dibandingkan dengan transportasi umum. Dari transportasi darat, misalnya, jumlah sepeda motor masih mendominasi, yaitu sebesar 125,31 juta unit dibandingkan bus yang hanya 0,24 juta unit pada tahun 2022 berdasarkan Statistik Transportasi Darat 2022 (2023). Hal senada juga terlihat dari Statistik Komuter Jabodetabek 2019 dalam Kompas (17 Agustus 2023), yang mencatat bahwa sebesar 63% pekerja komuter di Jabodetabek memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk aktivitas mobilitas di Jakarta.
Pandangan Cak Imin untuk mewujudkan transportasi umum yang murah dan enak, atau dengan kata lain aman dan nyaman, harus diapresiasi karena beberapa potensi alasan yang mengurungkan niat masyarakat Indonesia untuk menggunakan transportasi umum adalah kurangnya ketersediaan transportasi umum, kurangnya fasilitas keamanan (baik physical safety dan environmental safety) dan kenyamanan, kurangnya inklusivitas dan aksesibilitas bagi para penyandang disabilitas, dan faktor-faktor lainnya. Oleh karena itu, guna mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi umum antara lain menyediakan transportasi umum yang aman, nyaman, inklusif, dan mudah diakses (supply-side management).
Selain itu, pemerintah juga dapat mendorong melalui insentif dari sisi permintaan, seperti memberikan potongan harga tiket harian, bundling kartu tiket mingguan atau bulanan, skema parkir terjangkau, dan lain-lain.
Pandangan kedua adalah pembangunan jalan tol yang hanya dinikmati masyarakat yang memiliki mobil. Pernyataan ini memiliki unsur kebenaran, namun sayangnya juga terselip kesalahan logika. Jalan tol tidak hanya dibangun untuk masyarakat yang hanya memiliki kendaraan pribadi roda empat, tetapi juga dilalui oleh kendaraan umum lainnya seperti bus, mobil barang, mobil travel, dan truk logistik.
Adanya jalan tol dapat mempercepat waktu kendaraan angkutan logistik di dalam menyalurkan logistik dari daerah perdesaan ke daerah perkotaan, seperti pangan beras maupun raw materials untuk input produksi perusahaan. Upaya pemenuhan logistik tersebut juga dapat bermuara dalam menjaga kuantitas produksi dan tingkat harga yang bermuara pada terjaganya tingkat inflasi di perkotaan. Pembangunan jalan tol juga dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menyerap tenaga kerja yang notabene berasal dari kalangan masyarakat kurang mampu di sekitar proyek jalan tol, yang ujungnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tersebut.
Adanya jalan tol juga memberikan kesempatan bagi pengembang rest area di sekitar jalan tol yang nantinya memberikan kesempatan bagi para UMKM di sekitar daerah jalan tol untuk berdagang, sehingga roda perekonomian di daerah jalan tol tersebut tetap berputar.
Pandangan ketiga terkait dengan jalan tol yang tidak bisa dinikmati tukang becak. Jalan tol bukan tidak bisa dinikmati tukang becak, tetapi pada dasarnya jalan tol memang bukan untuk dilalui oleh becak. Tidak diperbolehkannya jalan tol untuk becak bukan berarti jalan tol tidak bisa dinikmati tukang becak. Analoginya sederhana: jika tukang becak di daerah A juga bekerja menjadi supir truk logistik antar kota yang menggunakan jalan tol, apakah tukang becak tersebut dikatakan tidak bisa menikmati jalan tol? Tentu jawabannya tidak.
Pandangan Cak Imin yang terakhir adalah terkait dengan pembangunan merata dan berkeadilan. Hal ini dilakukan salah satunya guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang adil (equitable economic growth). Pertumbuhan ekonomi yang adil adalah kondisi di mana seluruh aktor ekonomi, termasuk masyarakat kurang mampu dan rentan, memperoleh manfaat dari kegiatan dan ekspansi ekonomi (Cities Alliance, 2015). Salah satu bentuk dari pertumbuhan ekonomi yang adil adalah menciptakan peluang kerja baru yang inklusif, misalnya terkait dengan lapangan kerja hijau yang menyerap tenaga kerja dari perempuan dan masyarakat kurang mampu dan rentan.
Kembali lagi, memberikan pelatihan dan pendidikan kepada perempuan dan masyarakat kurang mampu dan rentan juga bermuara kepada bertumbuhnya ekonomi. Menciptakan peluang kerja baru yang berkeadilan juga tidak melupakan pekerja informal (termasuk didalamnya pekerja gig) yang notabene mendominasi di Indonesia, yaitu 83,34 juta orang dibandingkan pekerja formal yang sebanyak 55,29 juta orang berdasarkan data Badan Pusat Statistik per Februari 2023.
Pandangan kritis Cak Imin dapat memberikan kita perspektif baru dalam melihat berbagai kondisi yang ada di Indonesia, dan karena itulah harus kita apresiasi. Sayangnya, ada beberapa hal dalam kritik yang dilontarkan yang masih berunsur logical fallacy. Ini adalah tugas kita bersama untuk meluruskan yang kurang tepat dan mengapresiasi hal yang benar tanpa mengutarakan kebencian di tengah tahun politik yang panas ini.
Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
rustawork@gmail.com