Sebanyak 101 kepala daerah yang terdiri dari 7 Gubernur, 76 Bupati, dan 18 Wali Kota akan mengalami kekosongan di tahun 2022. Hal ini merupakan dampak dari adanya pemilu serentak, termasuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang akan diselenggarakan pada tahun 2024 mendatang.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri, berakhirnya periode kepemimpinan para kepala daerah akan dimulai pada bulan Mei 2022. Artinya, secara berurutan setiap bulan di sepanjang paruh kedua tahun akan terus terjadi kekosongan jabatan kepala daerah (Kompas.id, 11/01/2022).
Untuk mengatasi kekosongan kepemimpinan di daerah, maka perlu adanya pengganti kepala daerah sementara atau yang disebut dengan penjabat kepala daerah. Hal ini sesuai dengan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang menyebutkan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023, maka diangkat seorang penjabat kepala daerah hingga terpilih kepala daerah pengganti dari hasil pilkada serentak tahun 2024.
Penjabat kepala daerah merupakan jabatan yang diberikan kepada seseorang yang dinilai memenuhi kriteria untuk memimpin daerah hingga pemenang Pilkada selanjutnya ditetapkan. Pengangkatan penjabat kepala daerah bertujuan agar roda pemerintahan di daerah dapat tetap berjalan. Lebih lanjut, penjabat kepala daerah perlu untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan daerah yang rawan bergejolak ketika masuk masa pemilu.
Untuk mengisi kekosongan tersebut, UU Pilkada telah mengatur mekanisme pengisian jabatan penjabat kepala daerah. Berdasarkan Pasal 201 ayat (10), dijelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, UU Pilkada Pasal 201 ayat (11), dijelaskan bahwa untuk mengisi kekosongan jabatan bupati/wali kota, diangkat penjabat bupati/wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan bupati, dan wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Walaupun bertugas layaknya kepala daerah, terdapat beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh penjabat kepala daerah. Hal ini berdasarkan Pasal 132A Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2008, yang menjelaskan bahwa penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan untuk melakukan mutasi pegawai, membatalkan perizinan yang sebelumnya telah dikeluarkan, membuat kebijakan pemekaran daerah, hingga membuat kebijakan yang bertentangan dengan penyelenggaraan pemerintahan, dan program pembangunan pemerintah sebelumnya.
Lebih lanjut, secara khusus pembatasan kewenangan penjabat kepala pemerintahan daerah itu juga disampaikan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mengenai tugas dan kewenangan Penjabat kepala daerah. Dalam rincian ketentuannya dijelaskan bahwa penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan menetapkan keputusan pada aspek kepegawaian meliputi pengangkatan, pemberhentian, kenaikan pangkat, pemberian izin perkawinan atau perceraian, hingga keputusan hukuman disiplin, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri (BKN.go.id, 2015).
Hal terpenting dari adanya penjabat kepala daerah adalah Ia harus memahami daerah yang akan dipimpinnya. Sebab, walaupun ada hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh penjabat kepala daerah, namun kebijakan-kebijakan strategis dan pembangunan daerah tetap dapat berjalan karena penjabat kepala daerah memiliki kewenangan layaknya kepala daerah definitif.
Selain itu, penjabat kepala daerah juga harus bebas dari kepentingan politik, mengingat penjabat kepala daerah akan menjabat hingga Pemilu 2024 mendatang. Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri perlu membuka ruang kepala publik untuk melihat dan mengawasi setiap proses seleksi pemilihan penjabat kepala daerah.
Ahmad Hidayah
Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute
ahmad@theindonesianinstitute.com