Memperkuat Lembaga Pemantau Pemilu

asrul-ibrahim-nurTahapan Pemilu 2014 terus bergulir, saat ini KPU sudah mempublikasikan Daftar Calon Sementara (DCS). Tanggapan masyarakat terhadap daftar calon legislator tersebut diharapkan dapat disampaikan sebelum nantinya ditetapkan menjadi Daftar Calon Tetap (DCT). Waktu penyelenggaraan pemilu legislatif yang kurang dari satu tahun lagi membuat semua pihak yang terlibat berusaha menyukseskan setiap tahapan pesta demokrasi lima tahunan ini.

Regulasi pemilu legislatif telah memberikan ruang bagi setiap lapisan masyarakat untuk ikut menyukseskan pemilu. Salah satunya adalah dengan menjadi pemantau pemilu, ketentuan ini diatur dalam Pasal 233-245 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

Pemantauan pemilu yang dilakukan oleh lembaga yang dibentuk masyarakat merupakan salah satu cara membuktikan bahwa pemilu yang dilakukan benar-benar demokratis. Pemilu yang tidak demokratis atau hanya rekayasa rezim biasanya tidak mengizinkan adanya pemantauan pemilu dari lembaga independen yang dibentuk masyarakat.

Meskipun demikian, keberadaan lembaga pemantau pemilu dari yang dibentuk oleh masyarakat seharusnya bukan hanya menjadi pelengkap. Keberadaan pemantau pemilu seharusnya dapat diperkuat dari sisi tindak lanjut laporan hasil pemantauan pemilu.

Lampiran II Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pemantau dan Tata cara Pemantauan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014 mengatur bahwa hasil pemantauan pemilu harus dilaporkan kepada KPU sebelum dipublikasikan kepada masyarakat. Hal ini tentu kurang tepat, karena bisa saja KPU selaku pemberi akreditasi mengintervensi hasil pemantauan pemilu tersebut.

Sebaiknya hasil pemantauan pemilu yang dilakukan oleh lembaga independen dapat langsung dipublikasikan ke masyarakat, selain disampaikan juga kepada KPU sebagai bahan masukan. Jika KPU merasa hasil tersebut kurang tepat, maka dapat melakukan klarifikasi. Namun, jika hasil pemantauan dapat membantu kerja KPU maka harus ditindaklanjuti di lapangan.

Masalah lain yang perlu dikritisi adalah mengenai akreditasi lembaga pemantau pemilu yang dilakukan oleh KPU. Proses akreditasi ini dianggap kurang tepat dan nantinya justru mengganggu independensi pemantau pemilu. Lebih baik jika lembaga pemantau pemilu cukup mendaftarkan dirinya ke KPU tanpa keharusan memiliki sertifikat akreditasi.

Menurut PKPU tersebut, ada sebelas tahapan pemilu yang dapat dilakukan pemantauan. Mulai tahapan perencanaan program dan anggaran hingga pelantikan anggota legislatif terpiliih. Hal ini adalah kesempatan besar bagi masyarakat sipil untuk memantau setiap tahapan tersebut. Memperkuat lembaga pemantau pemilu juga harus dilakukan oleh masyarakat, caranya adalah melalui jaminan independensi dan kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan.

Kendala yang seringkali dialami lembaga pemantau pemilu adalah kekurangan sumber dana. Seringkali sumber dana untuk kegiatan pemantauan pemilu dalam negeri lebih mudah diperoleh dari donor asing, yang juga mengundang kritik terhadap netralitas pemantauan pemilu.

Selain itu, kurangnya sumber daya manusia yang siap menjadi pemantau pemilu juga menjadi permasalahan tersendiri. Permasalahan kurangnya sumber dana dan SDM ini bukan hanya menjadi tanggungjawab pemantau pemilu, tetapi juga semua pihak yang ingin melaksanakan pemilu yang lebih demokratis.

Pengalaman Pemilu 1999 cukup memberikan gambaran bagi kita semua. Saat itu, lembaga pemantau pemilu baik dalam maupun luar negeri secara massif ikut menyukseskan penyelenggaraan pesta demokrasi pertama pasca reformasi. Hasilnya adalah Pemilu 1999 dianggap sebagai salah satu pemilu paling dmeokratis setelah Pemilu 1955. Oleh karena itu, untuk menghadapi Pemilu 2014 maka penguatan lembaga pemantau sudah selayaknya dilakukan.

Penguatan lembaga pemantau pemilu pada masa yang akan datang dapat dilaukan dengan mengatur bahwa hasil pemantauan pemilu yang dilakukan oleh lembaga independen dapat menjadi bukti kecurangan dalam penyelenggaraan pemilu. Sangat mungkin juga jika hasil pemantauan dapat memonitor pelanggaran-pelanggaran substansial yang dilakukan oleh peserta pemilu.

Asrul Ibrahim Nur – asrul.ibrahimnur@yahoo.com

Komentar