Beberapa waktu lalu, Menteri Komunikasi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate mengusulkan pemungutan suara lewat internet atau e-voting untuk pemilu serentak tahun 2024 mendatang. Menurutnya, sistem pemungutan suara Pemilu dengan e-voting memungkinkan untuk diterapkan karena sudah dilakukan di beberapa negara. Misalnya, Estonia yang telah menggunakan e-voting sejak tahun 2005 (Kompas.com, 23/03/2022).
Lebih lanjut, Menkominfo juga membahas mengenai India di mana Komisi Pemilihan Umum (KPU) India telah bekerja sama dengan salah satu perguruan tinggi untuk mengembangkan teknologi blokchain, sebuah teknologi yang digunakan untuk penyimpanan atau bank data secara digital yang terhubung dengan kriptografi. Untuk itu, Menkominfo mendorong Indonesia melakukan studi tukar informasi, pengetahuan, serta pengalaman dengan India terkait pelaksanaan e-voting (Kompas.com, 23/03/2022).
Dengan menggunakan e-voting dalam pemilu, Menkominfo berharap dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam setiap tahapan pemilu, baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu (Kompas.com, 23/03/2022).
Antara Kebutuhan dan Kesiapan
Pada dasarnya, seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi, muncul suatu gagasan mengenai sistem e-voting yang diharapkan mampu mengakomodasi seluruh asas-asas pemilu secara efektif dan efisien. Dalam konteks demokrasi, sistem e-voting juga harus menghormati dan menjamin atribut dan sifat dari pemilihan langsung tersebut, seperti transparansi, kepastian, keamanan akuntabilitas, dan akurasi.
Zafar & Pilkjaer dalam Hardjaloka & Simarmata (2011) mengatakan bahwa terdapat sejumlah manfaat dari penerapan e-voting. Pertama, dari aspek biaya, pemilu dengan menggunakan e-voting dapat menekan anggaran pemilu dan lebih hemat. Kedua, dari aspek waktu, pelaksanaan pemilihan dapat lebih cepat dibandingkan sistem tradisional. Ketiga, dari aspek hasil, dapat lebih tepat dan akurat, serta minimalisasi terjadinya kasus human error selama sistem yang dibangun terjamin dari berbagai ancaman kejahatan. Keempat, lebih transparan dari semua proses karena dilakukan oleh sistem yang otomatis dan real time online (Hardjaloka & Simarmata, 2011).
Melihat manfaat dari penggunaan e-voting dalam pemilu, maka hal ini dianggap dapat menyelesaikan masalah yang terjadi di pemilu Indonesia, seperti simpang siurnya hasil pemilu karena penghitungan suara yang memakan waktu ataupun permasalahan anggaran pemilu yang semakin naik. Untuk itu, secara kebutuhan, penggunaan e-voting dirasa perlu untuk diterapkan di Indonesia.
Terkait kesiapan, penelitian dari Sensuse, Pratama dan Rsiwanto (2020) dengan judul “Conceptual Model of E-Voting in Indonesia” mengatakan bahwa pada umumnya masyarakat Indonesia sudah siap menggunakan sistem e-voting. Namun, terdapat sejumlah catatan jika akan diterapkan di Pemilu 2024 mendatang. Pertama, perlu adanya regulasi yang mengatur penggunaan e-voting dalam pemilu. Sampai saat ini, belum ada regulasi yang mengatur terkait hal tersebut. Jika hal ini tidak diatur dalam undang-undang, dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh, dapat menjadi celah untuk menggugat hasil pemilu karena tidak memiliki legitimasi yang kuat sehingga berujung pada pembatalan hasil pemungutan suara.
Kedua, perlu sosialiasi yang masif. Penelitian dari Sensuse, Pratama dan Rsiwanto (2020) juga mengatakan bahwa penggunaan sistem e-voting tidak secara langsung meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah, sehingga sistem e-voting yang dikembangkan harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti keamanan sistem, data, dan jaringan komunikasi. Terkait keamanan sistem, data, serta jaringan komunikasi, hal ini berkaitan dengan poin pertama bahwa perlu adanya regulasi untuk melindungi hal tersebut, misalnya dengan menyegerakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS). RUU KKS dapat menjadi payung hukum agar KPU dapat bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dalam hal pengamanan data pemilu.
Ketiga, perlu pembangunan infrastruktur teknologi yang memadai. Penelitian The Indonesian Institute (TII) yang bekerja sama dengan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Regional Support for Elections and Political Transitions (RESPECT) tahun 2021 dengan judul “Enabling Civic Tech Ecosystems and Open Election Data Readiness to Improve the Integrity of Elections in Indonesia”, mencatat bahwa saat ini infrastruktur teknologi yang dimiliki oleh KPU sudah cukup baik. Namun, tetap perlu peningkatan jelang Pemilu 2024 mendatang karena dilaksanakan secara serentak. Lebih lanjut, jika menerapkan e-voting, maka teknologi yang ada saat ini sangat perlu untuk ditingkatkan. Sistem e-voting perlu dibuat dengan baik, sehingga dapat digunakan dengan mudah oleh penyelenggara pemilu ataupun pemilih.
Penelitian dari TII, Perludem dan RESPECT (2021) juga mengatakan bahwa jaringan internet masih menjadi kendala terkait infrastruktur teknologi dalam pemilu. Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) perlu untuk menyediakan akses internet di seluruh Indonesia sebelum Pemilu 2024 dilaksanakan. Jangan sampai, pemilih tidak dapat menggunakan haknya dalam pemilu hanya karena tidak ada akses internet di wilayahnya.
Keempat, selain infrastruktur teknologi, sumber daya manusia dalam hal ini penyelenggara pemilu juga perlu untuk disiapkan. Untuk itu, perlu adanya pelatihan tenaga operator di semua tingkatan, khususnya dalam kaitannya dengan pengoperasian e-voting. Selain itu, perlu sumber daya manusia yang memadai dalam hal perbaikan sistem ataupun mesin e-voting di tempat pemungutan suara (TPS). Hal ini sebagai upaya antisipasi penundaan pemilu yang disebabkan karena kerusakan sistem ataupun mesin e-voting. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga perlu mendapatkan pelatihan IT dalam hal pengawasan kecurangan pemilu dengan menggunakan metode e-voting.
Melihat penjelasan yang telah diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa Indonesia memang membutuhkan penggunaan sistem e-voting dalam pemilu. Namun, melihat sejumlah catatan terkait kesiapannya, penggunaan e-voting dirasa sulit untuk diterapkan di Pemilu 2024 mendatang. Walau demikian, adanya gagasan untuk menggunakan sistem e-voting telah baik dan perlu untuk ditindaklanjuti secara optimal. Dengan persiapan yang matang, diharapkan e-voting dapat diterapkan dengan maksimal di Pemilu 2029.
Ahmad Hidayah – Peneliti Bidang Politik, The Indonesian Institute