Komisi Pemilihan Umum perlu membuat terobosan untuk menjawab pernyataan kader Partai Gerindra La Nyalla Mattalitti soal adanya anggaran untuk keperluan saksi dalam Pilkada 2018 sebesar Rp 40 miliar.
“Saya melihat pernyataan La Nyalla terkait dana saksi tersebut bukanlah sesuatu yang baru. Diperlukan terobosan oleh KPU yaitu dengan mendorong parpol dan calon kepala daerah untuk menginformasikan kepada publik terkait dari mana asal dana kampanye hingga penggunaannya untuk apa saja,” papar pengamat politik The Indonesian Institute Arfianto Purbolaksono kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/1).
Dia melihat hal itu selama ini telah menjadi rahasia umum dalam konstestasi politik, khususnya pilkada yang memerlukan uang. Baik kebutuhan kampanye hingga dana untuk saksi. Menurut Arfianto, yang paling penting adalah penggunaan dana oleh parpol dan calon kepala daerah harus dilaporkan secara transparan kepada publik.
“Sehingga parpol pendukung dan calon kepala daerah tidak hanya mengumbar janji tapi juga dipaksa untuk menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pilkada serentak ini,” paparnya.
Menurut Arfianto, parpol dan calon kepala daerah dapat menginformasikan penggunaan dana melalui berbagai media. Hal ini dapat dilakukan semenjak ditetapkan oleh KPUD sebagai pasangan calon peserta pilkada hingga selesainya penyelenggaraan pilkada.
“Maka dibutuhkan terobosan dari KPU soal transparansi dana ini. Tujuannya untuk mencegah maraknya praktik politik uang dalam kampanye maupun jelang pencoblosan. Hal ini menjadi penting demi menciptakan pemilu yang jujur, adil, dan berintegritas,” tegasnya.
Kader Gerindra La Nyalla Mattalitti mengaku diminta kesanggupannya oleh Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto untuk menyediakan dana Rp 40 miliar untuk membayar saksi pilkada. Aapabila dirinya mau mendapatkan rekomendasi dari Gerindra sebagai calon gubernur Jawa Timur.
Menurut La Nyalla, jika dana yang diminta tidak diserahkan sebelum 20 Desember 2017 maka dirinya tidak akan mendapat rekomendasi Gerindra.
Sumber: Rmol.co.