Kondisi Genting: Kenapa Indonesia Butuh Teknokrat?

Siapa yang tidak kenal Warkop DKI? Grup lawak legendaris beranggotakan seniman-seniman hebat nan humoris, seperti Rudy Badil, Nanu Moeljono (Nanu), Wahjoe Sardono (Dono), Kasino Hadiwibowo (Kasino), dan Indrodjojo Kusumonegoro (Indro) ini telah berhasil memberi tawa kepada seluruh masyarakat Indonesia. Film-film mereka selalu diputar saat hari akhir pekan maupun hari libur. Di samping itu, seluruh anggota Warkop DKI merupakan individu berpendidikan. Tidak hanya berpendidikan dari sisi gelar saja, namun masing-masing individu ini memiliki kapasitas teknis dan keahlian masing-masing dalam peran mereka di film-filmnya. Jika memperhatikan film-film Warkop DKI, akan terdapat banyak pernyataan-pernyataan satir yang sebenarnya memberikan kritik terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan pemerintahan Orde Baru saat itu.
Tentu saja ada banyak faktor yang mendorong kesuksesan Warkop DKI sebagai grup lawak yang tetap kekal di seluruh zaman. Tapi, ada satu hal yang menonjol dari masing-masing individu Warkop DKI yang mungkin mendorong kesuksesan tersebut, yaitu keahlian, kemampuan, dan kapasitas masing-masing anggotanya. Istilah yang mengacu pada para individu dengan keahlian, kemampuan, maupun kapasitas teknis untuk memecahkan masalah berdasarkan bukti disebut sebagai teknokrat.
Dalam teori ekonomi politik, ilmu politik dan kebijakan publik, pada dasarnya, politisi maupun birokrat yang memiliki andil lebih banyak dalam mewujudkan suatu kebijakan. Mereka juga yang memiliki ‘peran’ besar dalam mengakselerasi atau mendegradasi kebijakan yang sudah diimplementasi. Tapi, kita juga harus mengakui bahwa politisi dan birokrat juga memiliki kepentingan politik masing-masing. Kepentingan politik itu tidak lain dan tidak bukan adalah menjaga posisi mereka agar tetap berkuasa.
Lalu, apa yang akan terjadi jika politisi dan birokrat memiliki andil yang terlampau besar dibandingkan teknokrat? Pertama, kepentingan politik mereka, yaitu agar tetap berkuasa, akan lebih mengambil alih perwujudan kebijakan dibandingkan untuk bagi kepentingan bersama. Alhasil, kebijakan publik hanyalah sebatas ‘kebijakan’ di atas kertas tanpa pelibatan ‘publik’ dalam perwujudannya. Kedua, sebagai manusia ekonomi (homo economicus), politisi dan birokrat juga memiliki kepentingan ekonomi, misalnya, memperkaya dan mensejahterakan diri. Jika kepentingan politik telah mengambil alih, maka akan besar kemungkinan mereka untuk memperkaya diri melalui cara-cara yang tidak transparan dan merugikan khalayak banyak, seperti korupsi.
Disinilah para teknokrat hadir. Selain memberikan dan menggunakan keahlian dan praktisi mereka dalam proses-proses kebijakan publik, mereka juga dapat menjadi penengah dan pembisik bagi para politisi dan birokrat terkait dengan kebijakan, proses-prosesnya, maupun potensi hasil (outcome) dari kebijakan yang dirancang. Hal ini karena teknokrat lebih memiliki kemampuan yang sangat detil, seperti metode penelitian maupun pengukuran yang dilakukan, untuk melihat potensi dampak yang tidak terlihat (unseen effect) dari kebijakan-kebijakan yang ada. Teknokrat adalah penengah dan penyeimbang di tengah banyaknya politisi dan birokrat ‘Siap Pak/Bu’ saat ini.
Ada beberapa alasan pendukung lain mengapa Indonesia memerlukan teknokrat di tengah kondisi genting saat ini. Pertama, teknokrat memberikan keahlian spesifik dan keahlian teknis bagi pemerintah. Di tengah besarnya kompleksitas permasalahan dan distorsi yang terjadi, teknokrat dapat menjadi jembatan dalam menanggulangi masalah yang ada dan memperkecil distorsi masalah. Tanpa teknokrat dengan pendekatan berbasis bukti, kebijakan-kebijakan yang diformulasi dan diimplementasi hanya akan berputar pada simplifikasi, kontraproduktif, dan bahkan populisme guna menyenangkan masyarakat semata.
Kedua, basis kerja teknokrat adalah data, analisis data dengan metode dan pendekatan tertentu dengan etika riset, bukan berdasarkan permintaan maupun afiliasi politik. Para teknokrat tidak hanya memberikan hasil yang benar dan sesuai, tetapi juga mengakui kesalahan mereka akan hasil yang belum benar. Hal ini sangat penting guna menciptakan birokrasi yang efisien, adaptif, dan responsif, dan menjunjung kepentingan masyarakat banyak.
Masih banyak alasan pendukung lain mengapa teknokrat dibutuhkan dalam proses-proses kebijakan di Indonesia. Jika politisi dan birokrat mau mendengarkan teknokrat, dan teknokrat dapat memberikan kontribusinya dengan baik, maka kebijakan publik yang optimal akan tercipta. Mengutip pernyataan salah satu anggota Warkop DKI: “Bangsa ini tidak kekurangan orang pintar, tapi kekurangan orang jujur.” – Kasino Hadiwibowo (Kasino).
Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

Komentar