Kenapa Jakarta Memanas?

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

Masyarakat di daerah Jakarta dan sekitarnya akhir-akhir ini mengeluh karena cuaca sangat panas mereka rasakan. Cukup ekstrim malahan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengkonfirmasi bahwa suhu udara di Wilayah Jakarta memang sempat mencapat 38-39 derajat celcius.

Ada faktor internal dan eksternal penyebab peningkatan suhu udara ekstrim tersebut. Faktor internal, artinya faktor yang dipicu dari kondisi dalam kota itu sendiri. Untuk hal ini, faktor internalnya antara lain pembangunan yang masif di kota tersebut dan hanya menyisakan sedikit ruang terbuka hujan. Ini kemudian menyebabkan fenomena urban heat island.

Dodo Gunawan, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG menyatakan bahwa urban heat island didefinisikan sebagai peningkatan suhu di wilayah metropolitan akibat aktivitas manusia, meliputi pembangunan, penggunaan kendaraan bermotor yang tak ramah lingkungan dan lain sebagainya. Terjadi alih fungsi ruang terbuka hijau yang masif (Kompas, 11/10/14)

Faktor eksternal terjadinya peningkatan suhu udara ekstrim, salah satunya adalah karena emisi gas rumah kaca yang tinggi secara global. Hal inilah yang menyebabkan suhu meningkat.

Terlihat kemudian faktor internal maupun eksternal di atas saling berhubungan, dan benang merahnya adalah bahwa fenomena suhu ekstrim akhir-akhir ini di Jakarta adalah juga permasalahan lingkungan. Penataan ruang yang kurang tepat yang tidak melihat daya dukung dan daya tampung lingkungan akan menimbulkan berbagai persoalan kompleks, salah satunya suhu udara ekstrim yang sekarang dirasakan.

Melihat persoalan ini, tepat kiranya kita melihat aspek kebijakan perkotaan yang berlaku selama ini terutama untuk aspek tata ruang.

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, di situ disebutkan tentang pengalokasian lahan. Beberapa ketentuan penting di dalam UU ini adalah, pertama, diatur soal alokasi ruang terbuka hijau yang sebesar 30 persen dari total wilayah kota.  Kedua, bagi pejabat publik mengeluarkan ijin dan tidak sesuai dengan peruntukan dia bisa dipidanakan.

Lalu, Pemerintah sudah merevisi UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Poin paling penting sebetulnya adalah bagaimana UU tentang lingkungan, kalau ini dijalankan secara serius, ini bisa menjadi satu pedoman bagi seluruh departemen yang ada. Hal ini karena diatur di situ sebelum ada rencana tata ruang, ada namanya kajian Lingkungan Hidup Strategis, adalah satu kajian untuk memeriksa, mengevaluasi SDA baik itu di provinsi maupun kota, apakah dia layak untuk dilakukan pembangunan atau tidak dengan menggunakan instrumen daya dukung atau daya tampung lingkungannya.

Dari paparan di atas jelas terlihat bahwa kalau jika kota-kota besar seperti Jakarta ingin rasakan kesejukan lagi, perlu ada perubahan dalam gaya hidup masyarakat dan pembangunan yang ramah lingkungan mengacu pada berbagai instrumen kebijakan terkait yang sudah ada. Perlu kita sadari instrumen tersebut memang belum sempurna, namun banyak poin penting yang bagus untuk bisa menyelaraskan pembangunan kota dengan daya dukung dan daya tampung kota itu sendiri.

Perubahan ini mutlak diperlukan. Jika tidak, maka suhu udara Jakarta dan kota lainnya akan semakin panas.

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute. ameliaislola@gmail.com

Komentar