The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) kembali hadir di penghujung tahun 2016 ini, dengan laporan tahunan tentang Indonesia, “INDONESIA 2016”. Dalam laporan tahunan kali ini, para peneliti TII mengangkat beberapa topik hangat dan penting sepanjang tahun 2016.
Peneliti bidang ekonomi membuat tulisan mengenai Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi. Anomali kinerja perekonomian global kembali berdampak pada Indonesia. Sejak akhir tahun lalu atau tepatnya sekitar Bulan September 2015, Indonesia diterpa oleh ancaman krisis hingga jatuhnya nilai tukar rupiah secara tajam. Masyarakat terlihat panik terhadap potensi ancaman yang ditimbulkan dengan maraknya cuitan ketakutan mereka terkait kondisi yang ada di media sosial. Menanggapi hal ini secara serius – bahkan terkesan berlebihan – beberapa pihak, termasuk pimpinan DPR RI, kemudian memaksa pemerintah membentuk tim khusus untuk mencegah masuknya krisis ke tanah air. Dari sinilah kemudian lahir Paket-Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi. Penulis menguraikan urgensi penerbitan paket-paket tersebut dalam menyikapi persoalan ekonomi yang terjadi.
Bidang hukum menyoroti tentang Konflik Penodaan Agama, Hak Asasi Manusia, dan Wajah Demokrasi Indonesia. Di tahun 2016 persoalan menyangkut HAM dan pluralisme di Indonesia kembali mendapat perhatian publik, khususnya menyangkut HAM dan pluralisme dalam konteks beragama dan/atau berkeyakinan. Diskursus mengenai hal itu kembali diperbincangkan secara luas setelah di tahun 2016 konflik bernuansa agama kembali terjadi. Konflik bernuansa agama kali ini terwujud dalam bentuk kasus penodaan agama yang melibatkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, sebagai tersangka. Konflik penodaan agama ini pada akhirnya melahirkan Aksi Bela Islam dengan jumlah massa yang sangat besar yang dilakukan oleh Umat Islam menuntut pemenjaraan Ahok.
Beberapa contoh kasus tersebut menunjukkan bahwa di Indonesia yang plural, termasuk dalam hal beragama dan/atau berkeyakinan hingga hari ini masih belum terlepas dari konflik-konflik keagamaan. Konflik-konflik keagamaan yang ada, terutama kasus-kasus penodaan agama sebagian besar selalu berujung pada ranah hukum. Banyak pihak menilai bahwa penyelesaian konflik keagamaan melalui jalur hukum bukanlah pilihan yang efektif. Sebab ketentuan hukum atau pasal yang mengatur mengenai kebebasan beragama dan/atau berkeyakinan sebagai hak asasi manusia serta pembatasannya cenderung multitafsir. Seperti misalnya ketentuan yang mengatur soal penodaan agama, sebagai bagian dari pembatasan kebebasan beragama dan/atau berkeyakinan. Oleh karena itu diskursus mengenai konflik penodaan agama, hak asasi manusia, demokrasi dan tantangan untuk menyelesaikannya merupakan hal yang akan selalu menarik untuk dibahas dan patut mendapat perhatian yang serius dari berbagai elemen bangsa.
Kemudian, Polemik Sistem Pemilihan Dalam Pembahasan RU Pemilu 2019, adalah tema yang diangkat oleh peneliti bidang politik. Meskipun belum memasuki tahun politik, namun pembahasan ini sudah begitu hangat di tahun 2016 ini. Beberapa isu besar yang menjadi perhatian adalah sistem pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka atau tertutup, atau proporsional terbuka terbatas yang juga diwacanakan. Pada tulisan ini, penulis menguraikan perbandingan dari kedua sistem tersebut dan menyajikan sistem mana yang lebih pas untuk diterapkan di Indonesia.
Sementara di bidang sosial, dibahas tentang Darurat Kekerasan Seksual dan Pentingnya Respon Kebijakan. Tulisan ini merespon maraknya kejadian kekerasan seksual yang ramai disorot media. Dimulai dengan kasus YY. Sekitar awal bulan Mei 2016, semua kita sedih dan marah mendengar kabar tentang perkosaan yang menimpa seorang anak berusia 14 tahun berinisial YY di Bengkulu. YY diperkosa di kampungnya sendiri. Kita semua sedih dan marah, karena YY siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) diperkosa hingga akhirnya meninggal oleh 14 orang yang notabene adalah juga warga kampungnya. Lebih miris adalah karena beberapa di antara mereka adalah sosok yang dikenal korban, dan beberapa juga masih tergolong di bawah umur.
Belum lagi sedih dan marah kita reda atas kasus perkosaan yang menimpa YY di Bengkulu, kita sudah mendengar lagi kisah serupa dari Manado, Tangerang, Sukabumi dan beberapa daerah lainnya di Indonesia. Sehingga benar memang jika ada yang mengatakan bahwa Indonesia Darurat Kekerasan Seksual. Namun, di sisi lain kedaruratan itu karena tidak tertanganinya kasus kekerasan seksual dengan begitu lama. Bertumpuk-tumpuk tidak tertangani.
Lewat keempat topik yang kami angkat dalam “INDONESIA 2016” kali ini, kami berupaya untuk berbagi tidak hanya potret mengenai isu-isu tersebut sepanjang tahun 2016 ini, namun juga analisa komprehensif dan rekomendasi dari TII terkait permasalahan yang kami garisbawahi dalam keempat tulisan tersebut.
Selain itu, lewat publikasi yang rutin seperti laporan tahunan tentang kebijakan publik di Indonesia, TII berharap dapat melanjutkan kontribusinya untuk mendorong proses kebijakan publik yang lebih baik di Indonesia. Semoga ulasan dalam “INDONESIA 2016” dapat dimanfaatkan sebagai acuan dan rekomendasi bagi para pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan terkait, baik dalam maupun luar negeri.
Selamat membaca.
Tim Penulis Indonesia 2016