Strategi Menghadapi Kekeringan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) memperkirakan kekeringan yang dialami banyak daerah di Indonesia berlangsung hingga Oktober 2017, sebagian besar pulau Jawa saat ini sedang mengalami puncak musim kemarau dan akan masuk awal musim hujan pada Oktober-November 2017.
Saat ini, sebanyak 105 kabupaten/kota, 715 kecamatan, dan 2.726 kelurahan/desa di Jawa dan Nusa Tenggara mengalami kekeringan. Akibatnya, sekitar 3,9 juta jiwa masyarakat terdampak kekeringan hingga memerlukan bantuan air bersih.

Di Nusa Tenggara Barat misalnya, kekeringan melanda 318 desa di 71 kecamatan yang tersebar di sembilam kabupaten meliputi Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Dompu, Bima dan Kota Bima. Sebanyak 640.048 jiwa atau 127.940 KK masyarakat terdampak kekeringan.

Sutopo mengatakan, di sembilan kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) juga dilaporkan mengalami darurat kekeringan menyusul sumber-sumber mata air mulai mengering. Sembilan kabupaten yang melaporkan darurat kekeringan itu adalah Flores Timur, Rote Ndao, Timor Tengah Utara (TTU), Belu, Malaka, Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua.

Kekeringan juga menyebabkan 56.334 hektar lahan pertanian mengalami sehingga 18.516 hektar lahan pertanian gagal panen.

Bagi Indonesia, peran sektor pertanian tak bisa dipungkiri masih besar. Peran sektor pertanian bagi Indonesia adalah sebagai penyedia sumber pangan bagi masyarakat, sumber pendapatan nasional, membuka kesempatan kerja, sumber investasi, seta penghasil devisa negara (Insyafiah,et.al,2014)

Pemerintah tak bisa tinggal diam harus membantu petani yang masih tergantung pada curah hujan ini. Namun hal pertama yang menurut penulis harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pemetaan daerah rawan kekeringan ini. Peta yang komprehensif dengan kondisi lokalitas yang terlihat jelas akan memudahkan segala intervensi pemerintah untuk mengatasi dampak kekeringan ini.

Kemudian, langkah kongkret dan bersifat langsung yang bisa dilakukan pemerintah adalah menyediakan (dalam bentuk bantuan atau pinjam bergilir) alat-alat pengolahan tanah dan tanaman seperti pompa air, traktor tangan dan mesin tanam misalnya. Catatannya adalah disesuaikan dengan kondisi lokal yang beragam.

Selain itu pemerintah perlu memastikan ketersediaan benih dan pupuk dengan jumlah dan kualitas yang bagus di masyarakat. Untuk hal ini memonitor jalur distribusi pasokan bahan-bahan ini sangatlah penting. Hal ini karena seperti yang kita ketahui, salah satu faktor tak terdistribusinya benih dan pupuk ke petani adalah karena ada oknum yang menimbun dan menjualnya dengan harga tak masuk akal. Penting pengawasan pemerintah di bagian ini.

Terakhir, yang harus diwaspadai dari bencana kekeringan ini adalah dampak lanjutannya. Dalam artian bahwa kekeringan bisa menyebabkan kebakaran lahan. Artinya langkah-langkah preventif diperlukan agar kebakaran lahan hebat tahun 2015 silam yang mencapai 2,6 juta hektar (Mongabay.co.id,23/01) lebih dan kerugian mencapai 220 triliun rupiah(news.detik.com, 23/01), bisa dicegah.

Lola Amelia, Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, lola@theindonesianinstitute.com

Komentar