Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang pengurus partai politik (parpol) menjabat sebagai anggota DPD RI, merupakan upaya untuk menjaga marwah lembaga tersebut.
“Keputusan MK memperkuat struktur kelembagaan legislatif menjadi sistem bikameral atau dua kamar,” kata peneliti bidang politik The Indonesian Institute, Arfianto Purbolaksono, Selasa (24/7/2018)
“Satu kamar perwakilan rakyat dan satu kamar diisi oleh perwakilan daerah atau senat,” tambah dia.
Tujuan penguatan kelembagaan legislatif menjadi sistem bikameral, kata dia, untuk memperkuat mekanisme “check and balances” antara eksekutif dan legislatif.
Menurut dia, apabila anggota DPD merangkap jabatan sebagai pengurus partai politik, maka dikhawatirkan mekanisme tersebut menjadi tidak seimbang.
“Karena, keanggotaan DPD nantinya akan diisi oleh kepentingan partai,” ujarnya.
Arfianto menegaskan, seharusnya kepentingan anggota DPD selaras dengan tujuan pembentukan lembaga itu. Pertama, memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah NKRI dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah.
Kedua menurut dia, meningkatkan agregasi dan akomodasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional, berkaitan dengan negara dan daerah.
“Ketiga, mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang,” tuturnya.
Dia menilai, dengan keluarnya Putusan MK itu, KPU harus segera membuat aturan untuk melarang pengurus partai politik mendaftar sebagai calon anggota DPD.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya menegaskan bahwa anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik.
“Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945,” ujar Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna di Gedung MK Jakarta pada Senin, 23 Juli kemarin.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) menilai wajar bila MK memutuskan pengurus partai dilarang menjadi anggota DPD RI.
Sekretaris KIPP, Kaka Suminta, mengatakan DPD merupakan senator, perwakilan dari daerah, yang berbeda dengan DPR, sehingga sudah seharusnya bukan berasal dari kalangan pengurus partai.
“Putusan ini sudah ditunggu sejak lama. Ini meluruskan logika politik kita bahwa senator dan legislator, itu berbeda,” ujarnya.
Kaka menjelaskan bahwa DPD bukan bagian dari partai politik. Para senator merupakan utusan daerah atau representasi dari kepentingan daerah.
Sumber: Rilis.id