PPKM Jakarta tidak berdampak signifikan

Peneliti Bidang Ekonomi The Indonesian Institute, M. Rifki Fadilah memperkirakan PPKM di Jakarta tak berdampak signifikan pada perekonomian. Karena tidak terlalu berpengaruh pada belanja konsumen masyarakat. Menurutnya, sejumlah penyesuaian di masa pembatasan sosial telah merubah pola konsumsi masyarakat secara digital.

“Saya perkirakan dampaknya terhadap belanja konsumen mungkin tidak signifikan seperti pada pembatasan pertama dan kedua (PSBB I dan PSBB II),” kata Rifki

“Hal ini disebabkan karena konsumen memiliki waktu untuk menyesuaikan diri dan ada juga yang dapat mengalihkan pengeluaran/belanja melalui platform online,” sambungnya.

Namun, untuk memastikannya nanti akan terlihat pada laporan inflasi bulanan Januari 2021. Meski demikian secara prediksi, ekonomi Jakarta tidak berdampak signifikan terhadap permintaan konsumen. Karena sejumlah adaptasi sudah dilakukan oleh masyarakat sejak kebijakan pembatasan sosial seperti PSBB dijalankan.

“Kalau secara proyektori itu kemungkinan tidak berdampak signifikan terhadap permintaan konsumen, karena konsumen sekarang sudah bisa adaptasi untuk belanja online dll,” ungkapnya.

Sementara itu, Selama 2 pekan PPKM pertama di Jakarta pada 11 Januari hingga 25 Januari terjadi kecenderungan penurunan pergerakan masyarakat.

“Kalau liat dari data apple mobility index ini ada tren di mana pergerakkan masyarakat Jakarta menurun khususnya ketika masa PKKM Jawa-Balli. Artinya memang pengaruh dampak PKKM Jawa-Bali itu berdampak terhadap penurunan mobilitas masyarakat,”paparnya.

Adapun secara rata-rata penurunan mobilitas warga ini mencapai 25-28% selama 2 pekan PPKM. Penurunan ini dihitung dari baseline pergerakan warga sebelum covid-19 terjadi.

Lebih lanjut, Rifki mengatakan bahwa selama pandemi di 2020 dan diperkirakan hingga saat ini, ada kecenderungan warga membeli barang bersifat hobi dan ekslusif.

“Kalau dari data Bank Mandiri, masyarakat sekarang cenderung belanja yang berhubungan dengan hobi dan belanja yang bersifat ekslusif. Memang data ini dari aktivitas pada 2020, tapi kalaupun ada perubahan di 2021 tidak begitu berubah signifikan,” kata Rifki.

Fenomena ini terjadi, sambungnya, lantaran sebagian besar kondumsi masyarakat di Indonesia itu disumbang oleh kelas menengah ada bisa sekitar 50%. Kemudian, di tengah pandemi ini, masyarakat kelas menengah atas lebih concern terhadap kesehatan dan isu covid-19. Oleh sebab itu mereka menjadi lebih cenderung untuk diam di rumah dan menahan konsumsi yang bersifat crowding.

“Maka, apa yang mereka lakukan? Mereka karena memilik kemampuan daya beli yang lebih besar mereka tetap mau konsumsi tapi konsumsinya sekarang mereka gak mau yang bersifat beramai-ramai. Akhirnya mereka cenderung beli sesuatu yang bisa digunakan secara ekslusif dan mengexclude orang banyak,” paparnya.

Sehingga tak mengherankan, saat ini tren bersepeda meningkat besar. Hingga tren berolahraga juga tumbuh. Hal ini berakibat pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan ini.

“Kalau dari data itu barang-barang hobinya diproxy kan dengan tanaman dan sepeda. ini yang menyebabkan kenapa harga sepeda selama pandemi kemarin sempat mengalami kenaikan yang cukup signifikan,” pungkasnya.

Rifki Fadilah

rifki@theindonesianinstitute.com

Komentar