“Menyusui dan Bekerja”

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

Lola Amelia-Peneliti Kebijakan Sosial The Indonesian Institute

World Breastfeeding Week (WBW) atau Indonesia disebut dengan Pekan ASI Sedunia (PAS) dirayakan setiap tanggal 1-7 Agustus setiap tahunnya. Tema yang diusung untuk tahun 2015 ini adalah “Menyusui dan Bekerja: Mari Kita Sukseskan!”.

Tema ini penulis nilai menarik dan sesuai dengan situasi dan kondisi kekinian. Artinya, proses menyusui (seharusnya) adalah proses alami setelah melahirkan. Namun, untuk kondisi sekarang banyak tantangan yang dihadapi oleh ibu menyusui, terlebih bagi ibu yang juga harus bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Peran ganda perempuan memang kerap membuat mereka kurang bisa mengharmoniskan peran domestik dan peran mereka di publik. Namun, tentunya pelbagai pihak mulai dari keluarga, kantor dan juga pemerintah bisa mengambil peran untuk bisa memyukseskan ibu menyusui ini. Kepada mereka harus terus diyakinkan bahwa pemberian ASI adalah penting bagi bayi dan juga si ibunya.

Selain ke pelbagai pihak di atas, ke institusi kesehatan sendiri juga masih harus terus disosialisasikan. Mengutip pernyataan dr Candra Wijaya, Health Team Coordinator Wahana Visi Indonesia bahwa masih sedikit rumah sakit dan institusi kesehatan lainnya yang memiliki kesadaran terhadap pemberian ASI eksklusif dan malahan berinisiatif memberikan susu formula sejak awal pada bayi (detik.com, 9/8)

Sebagaimana kita ketahui bahwa ada beberapa peraturan terkait pemberian ASI ini. Misalnya Pada Undang-Undang (UU) No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 128 Ayat (1) yang berbunyi “ setiap bayi berhak mendapatkan air susi ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis”.

Kemudian di Ayat (2) berbunyi “selama pemberian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas khusus; Ayat (3) berbunyi “penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan di tempat kerja dan di tempat umum”.

Dari UU Kesehatan di atas saja sudah sangat jelas terlihat bahwa semua pihak harus terlibat menyukseskan pemberian ASI ini. Kaitannya dengan ibu bekerja, di aturan ini juga terpapar jelas bahwa tempat kerja si ibu harus menyediakan waktu dan fasilitas khusus untuk memfasilitasi ibu menyusui. Fasilitas khusus misalnya, ada ruang khusus untuk bisa menyusui bayi. Sedangkan waktu khusus, bisa untuk menyusui atau bisa juga untuk memompa ASI.

Selain UU Kesehatan ini, aturan lain yang penulis patut diapresiasi dan diawasi pelaksanaannya adalah, pertama Kepmenkes No. 450/Menkes/SK/VI/2004 tentang Pemberian ASI Secara Eksklusif di Indonesia. Peraturan ini menetapkan ASI eksklusif di Indonesia selama 6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai dengan anak berusia 2 tahun atau lebih dengan pemberian  makanan tambahan yang sesuai.

Kedua, Peraturan Bersama Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan No. 48/MEN.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan 1177/MENKES/PBXII/2008 Tahun 2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susi Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja. Peraturan ini memandatkan kepada pengusaha/pemberi kerja agar memberi kesempatan kepada pekerja/buruh perempuan untuk memberikan atau memerah ASI selama waktu kerja untuk diberikan kepada anaknya.

Terlihat bahwa, ada pelbagai peraturan yang mengakui pentingnya pemberian ASI dan memandatkan penyediaan pelbagai fasilitas khusus untuk menjamin ibu, khususnya yang bekerja, untuk tetap bisa memberikan anaknya ASI. Bahkan di UU Kesehatan dilengkapi dengan sanksi pidana bagi pihak yang tidak patuh pada mandat UU.

Akhirnya, kesadaran semua pihak akan pentingnya pemberian ASI dan di lain pihak, kesadaran bahwa ibu bekerja masih bisa memberikan ASI untuk bayinya. Kesadaran akan hal ini penulis yakini akan juga meningkatkan produktivitas si ibu yang tentunya berdampak positif bagi perusahaan dan juga keluarganya.

Lola Amelia, Peneliti bidang Sosial di The Indonesian Institute, Center for Public Policy and Research. lola@theindonesianinstitute.com

Komentar