Indonesia Jadi Superpower Ekonomi Baru, Caranya?

Dilansir dari Kompas.com (8 Oktober 2024), Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo memprediksi bahwa akan ada tiga negara superpower ekonomi baru di Asia, yaitu India, Tiongkok, dan Indonesia. Dirinya juga mengatakan bahwa Indonesia akan menghadapi beragam tantangan, serta syarat yang mesti dipenuhi untuk menjadi negara superpower ekonomi. Dikutip dalam berita tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga menuturkan bahwa:

“Negara kita, Indonesia, harus berani menempuh jalan kita sendiri. Jangan mengikuti tren dunia yang kadang menggeret kita masuk ke kompetisi yang kita sulit, karena kita punya core, kompetensi sendiri, kekuatan kita sendiri apa. Kalau kita fokus, komplit dengan rencana taktis, komplet dengan strategi taktis kita, saya meyakini tadi yang saya sampaikan di depan, abad Asia, dan kita menjadi superpower itu betul-betul bisa kejadian”.

Secara umum, Presiden Jokowi menekankan optimisme bahwa Indonesia dapat menjadi negara superpower ekonomi baru, menghimbau untuk berfokus meningkatkan kompetensi dan keunggulan yang dimiliki, serta tidak mengikuti tren dunia. Memang betul Indonesia harus menaikkan dan memperkuat kompetensi yang dimiliki, akan tetapi, faktanya, Indonesia juga harus mengikuti tren dunia yang sedang terjadi. Hal ini dikarenakan Indonesia merupakan suatu bagian dalam ekosistem ekonomi dan politik dunia.

Misalnya, tren dunia yang terjadi saat ini adalah menggapai pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan keberlanjutan. Artinya, kerangka kebijakan ekonomi yang mesti dijalankan oleh Indonesia bukanlah ’business as usual’, tetapi memasukkan unsur keberlanjutan, seperti perlindungan lingkungan, kesetaraan dan keadilan, pelibatan masyarakat lokal, teknologi ramah lingkungan, mitigasi dampak dan biaya eksternalitas negatif, dan lain sebagainya. Pergeseran dari ekonomi ekstraktif ke ekonomi keberlanjutan pun didasari oleh banyak hal, seperti peningkatan perspektif dan pengetahuan masyarakat terkait perubahan iklim, dan utamanya adalah sudah dirasakannya dampak riil yang terjadi akibat terakselerasinya perubahan iklim, misalnya, kekeringan dan banjir rob yang menimbulkan kerugian ekonomi sangat mahal.

Jika berbicara Tiongkok dan India sebagai calon superpower ekonomi di Asia, hal ini sudah diargumentasikan dalam beberapa penelitian. Misalnya, Wen (2016) beragumen bahwa kebangkitan ekonomi Tiongkok disebabkan oleh strategi pembangunan yang urutan pengembangannya sejalan dengan internal logic dari Revolusi Industri pertama dan strategi tersebut pas diimplementasikan di Tiongkok, serta pendekatan ‘learning by doing’. Di India, kebangkitan ekonominya didorong oleh reformasi ekonomi, seperti deregulasi industri dan liberalisasi perdagangan (Panagariya, 2004).

Lalu, apa yang bisa dipelajari oleh Indonesia dari penjelasan di atas guna menjadi salah satu superpower ekonomi baru? Pertama, pemerintahan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto nanti dapat mengimplementasikan ’blueprint’ kebijakan yang ’tepat’ atau berlandaskan bukti bagi Indonesia. Contoh sederhananya adalah terkait transisi energi. Indonesia tidak harus terpaku langsung pada kebijakan pengembangan reaktor energi nuklir. Kebijakan transisi energi di Indonesia dapat berfokus pada pengembangan dan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terlebih dahulu yang didorong oleh bukti bahwa biaya energi surya lebih murah dibandingkan energi terbarukan lainnya. Menurut greenintegrations.ca (7 Maret 2024), harga sel surya turun 99% dalam kurang dari 50 tahun terakhir, di mana harga panel surya turun 80% dalam sepuluh tahun terakhir.

Kedua, melalui pendekatan ‘learning by doing’, pemerintahan Prabowo nantinya diharapkan dapat memformulasi, mengadaptasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi kebijakan yang sudah berhasil dilakukan oleh negara maju. Misalnya, terkait dengan mendorong science, technology, engineering, mathematics (STEM) di Indonesia, pemerintahan Prabowo dapat bekerja sama dengan pemerintahan Korea Selatan dan memberikan insentif bagi para ahli teknologi di Korea Selatan untuk knowledge transfer kepada ahli di Indonesia. Kemampuan yang didapatkan oleh ahli Indonesia nantinya dapat terus dibina oleh pemerintah mendatang. Misalnya, melalui kemitraan antar universitas, lembaga penelitian, serta industri guna menggalakkan inovasi dan produktivitas di Indonesia. Hal ini tentu saja dapat dipercepat dengan kerangka kebebasan ekonomi.

Pada intinya, pelajaran terbaik dari kebijakan ekonomi yang dilakukan baik oleh Tiongkok, India, maupun negara maju seperti Jepang, Amerika Serikat, dan negara Barat lainnya harus dapat disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Hal ini tentu saja diharapkan untuk mendorong kompetisi dan keunggulan Indonesia, serta membuat Indonesia tidak takut untuk berkompetisi jika digeret masuk kedalamnya.

 

Putu Rusta Adijaya
Peneliti Bidang Ekonomi
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
putu@theindonesianinstitute.com

Komentar