Pengamat politik, Ray Rangkuti mengatakan, demokrasi Indonesia sekarang tantangannya bukan lagi politik uang.
“Saya ngga terlalu yakin untuk pemilu-pemilu berikutnya, uang ini berpengaruh kepada pemilih,” kata Ray saat jumpa pers di sebuah kantor, Jalan H.O.S. Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/2/2019).
Menurut Ray Rangkuti perpolitikan di Indonesia sudah semakin maju. Seluruh peserta pemilu/pilkada dituntut untuk berlomba dalam untuk menawarkan program-program sangat baik.
Selain itu, rekam jejak peserta pemilu/pilkada juga sangat diperhatikan oleh para pemilih. Menurut Ray Rangkuti, ini terbukti dalam Pilkada beberapa waktu lalu
Di beberapa daerah, yang kepala daerahnya terbukti baik, dipilih kembali. Yang terbukti gagal dalam membangun daerahnya, tidak terpilih kembali.
Ray Rangkuti tidak memungkiri, bila para pemilih masih menerima uang yang diberikan oleh para peserta pilkada/pemilu. Namun, pengaruh uang tersebut kepada pemilih cenderung tidak ada.
“Meskipun, pemilihnya tetap minta uang. Uangnya tetap diambil, tapi di TPS mereka akan memilih sesuai hati-nurani. Tantangan politik uang dalam Pemilu menurut saya sudah selesai, orang udah sadar apa itu pemilu? Apa itu fungsi-fungsi pemilu? Pemilih makin rasional. Transaksinya menjadi transaksi kepentingan, artinya you mau bangun kita lima tahun ke depan seperti apa?” Kata Ray Rangkuti.
Justru sekarang menurutnya tantangannya adalah politik identitas. Politik identitas ini membuat pemilih tidak rasional dalam menentukan pilihan dalam pilkada/pemilu.
Ray menambahkan, politik identitas membuat orang tidak memilih berdasarkan rekam jejak dan program-program yang ditawarkan peserta pemilu/pilkada dalam membangun negara/daerah. Para pemilih bila terjebak pada politik identitas cenderung memilih hanya berdasarkan kesamaan identitas saja.
Sumber: Tribunnews.com.
Note: Dalam diskusi ‘Mempertanyakan Keberpihakan Partai Politik dalam Isu Intoleransi’ di kantor The Indonesian Institute (TII), Jl HOS Cokroaminoto No 92, Jakarta Pusat