Wacana tentang perlunya peningkatan angkat parliamentary threshold (PT) – ambang batas persyaratan minimal untuk mendapatkan kursi di parlemen – dari 2,5 persen pada Pemilu Legislatif 2009 menjadi 5 persen di Pemilu 2014 dalam revisi Undang-Undang Pemilu mulai hangat diperbincangkan. Argumen utama diperlukannya peningkatan PT adalah untuk menyederhanakan jumlah partai sekaligus meningkatkan kualitas demokrasi dan efektifitas pemerintahan.
Rencana menaikkan persentase PT inipun menimbulkan berbagai wacana dari partai-partai politik mengenai ide penggabungan partai. Alasannya hampir seragam, untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia.
Partai Amanat Nasional (PAN) mempopulerkan istilah konfederasi partai. Partai Demokrat juga mengusung ide serupa, tetapi dengan menggunakan istilah berbeda, yaitu asimilasi partai politik. Sementara Partai Golkar menawarkan wacana tentang fusi politik seperti yang terjadi dengan partai-partai pada 1973. Pertanyaannya, sejauhmana ide tentang penggabungan partai melalui konfederasi atau istilah lainnya dapat menyelasaikan problem presidensial-multipartai? Apakah ide konfederasi atau asimilasi partai benar-benar memiliki kontribusi positif dalam mengokohkan sistem pemerintahan presidensial, atau hanya sekadar akal-akalan partai dalam membangun kekuatan di Pemilu 2014? Update Indonesia kali ini mengangkat tema utama tentang logika konfederasi dan efektifitas sistem presidensial
Update Indonesia kali ini juga mengangkat tema-tema penting di beberapa bidang. Di bidang ekonomi dan keuangan tentang kenaikan tarif dasar listrik dan tentang revaluasi yuan. Bidang politik mengangkat tema tentang evaluasi kinerja menteri dan mengenai kasus Andi Nurpati dan independensi KPU. Di bidang sosial mengangkat tema mengenai penguatan partisipasi perempuan dalam kebijakan publik daerah dan tentang perjuangan mewujudkan kebebasan pers.
Update Indonesia Volume V No. 04 Agustus 2010 (Bahasa Indonesia)